Thursday, August 31, 2017

PADA TUHANLAH KUASA DAN KEMENANGAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2017

Baca:  Ayub 12:1-25

"Pada Dialah kuasa dan kemenangan, Dialah yang menguasai baik orang yang tersesat maupun orang yang menyesatkan."  Ayub 12:16

Dalam kepahitan dan kegetiran hati karena beratnya penderitaan yang dialami, pada akhirnya Ayub tersadar dan mengerti bahwa di dalam Tuhan ada kuasa dan kemenangan.  Ayub akhirnya juga ingat akan kuasa Tuhan yang sanggup mengubah keadaan hidupnya.  Jika Tuhan turut campur tangan dalam kehidupan seseorang, segala sesuatu yang tak beres pasti dapat diubah-Nya, asal kita memiliki penyerahan diri penuh kepada kekuatan kuasa-Nya.  Ada tertulis:  "Bila Ia membongkar, tidak ada yang dapat membangun kembali; bila Ia menangkap seseorang, tidak ada yang dapat melepaskannya."  (Ayub 12:14).  Kalau Tuhan ingin memperbaiki hidup seseorang yang tak benar, tak seorang pun dapat mencegahnya.

     Kita tidak bisa lari dari hadapan Tuhan untuk menghindarkan diri dari proses-Nya ini.  Pemazmur berkata,  "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?  Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku."  (Mazmur 139:7-10).  Ada banyak kesaksian, sebelum seseorang bertobat bisnisnya sangat lancar.  Tetapi setelah ia bertobat dan mengikut Tuhan, bisnisnya justru menjadi bangkrut.  Dalam keadaan seperti ini banyak di antara mereka yang memilih lari meninggalkan Tuhan.  Mengapa bisa terjadi?  

     Sesungguhnya Tuhan ingin  'membersihkan'  hidup orang, siapa tahu dahulu bisnis dan kekayaan yang dimilikinya didapatnya dari cara yang tak wajar atau bertentangan dengan firman Tuhan;  dan kini Tuhan mau kita memulai segala sesuatu dari nol bersama-Nya dan bertumbuh kembali dalam kelimpahan berkat yang benar, jujur dan berkenan di mata Tuhan.  Pada saat dibentuk Tuhan, apabila kita mau merendahkan diri dan berserah, Tuhan yang adalah sumber hikmat dan kekuatan, pasti akan menolong kita sehingga kita dapat bertahan dan mampu melewati masa kritis itu dengan kemenangan.

"Tetapi pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian."  Ayub 12:13

Wednesday, August 30, 2017

MEMERHATIKAN YANG KELIHATAN PASTI KECEWA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2017

Baca:  2 Korintus 4:16-18

"Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari."  2 Korintus 4:16

Pada banyak kesempatan Tuhan Yesus sering memperingatkan umat-Nya untuk tidak mudah kecewa, karena pada dasarnya Tuhan tahu bahwa tidak seorang pun manusia yang kebal terhadap kekecewaan.  Inilah yang gencar diperbuat Iblis, yaitu mencari cara untuk melemahkan dan membuat orang percaya mudah kecewa.  Di masa-masa seperti ini Iblis ingin sekali membuat kita hanya mengarahkan pandangan atau memerhatikan hal-hal yang sifatnya tampak kasat mata.  Karena dengan memerhatikan apa yang kelihatan, pada akhirnya semua itu akan menuntun kita kepada kekecewaan demi kekecewaan.

     Memang kalau kita melihat yang kelihatan di depan mata, siapa pun orangnya pasti akan kecewa:  masalah datang silih berganti, penderitaan dirasa makin hari makin berat, keadaan semakin hari semakin menyulitkan.  Namun rasul Paulus mengingatkan,  "...penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami."  (2 Korintus 4:17).  Mengapa dikatakan penderitaan ringan?  Bukankah berat?  "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya."  (1 Korintus 10:13).  Kita tidak menghadapi pergumulan itu sendirian, sebab Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengasihi-Nya  (baca  Roma 8:28).

     Karena kesemuanya itulah rasul Paulus bertekad untuk  "...tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal."  (2 Korintus 4:18).  Sesulit apa pun keadaannya, jangan kecewa, sebab semua itu sementara.  Marilah belajar melihat apa yang tidak kelihatan, yaitu mengarahkan pandangan kepada Yesus dan janji firman-Nya.

"Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya."  Ibrani 10:35

Tuesday, August 29, 2017

TAK PERNAH MEMAKSA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2017

Baca:  Yohanes 13:1-20

"Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan."  Yohanes 13:13

Dunia saat ini penuh orang-orang yang suka memaksakan kehendaknya kepada orang lain.  Terkadang pemaksaan itu disertai tekanan dan ancaman.  Berbeda dengan Tuhan Yesus, Ia tak pernah memaksa orang untuk menyebut Dia sebagai Tuhan.  Tuhan Yesus tidak pernah berkata,  "kamu harus sujud dibawah kaki-Ku, kamu harus menyembah Aku, kamu harus..."  Tuhan memberikan kehendak bebas kepada setiap manusia.  Demikian bebasnya sampai-sampai ada orang yang  "...meludahi muka-Nya dan meninju-Nya; orang-orang lain memukul Dia,"  (Matius 26:67)  Itulah yang diperbuat orang-orang yang membenci dan memusuhi-Nya, bahkan menghujat, mengumpat, menjadikan Dia bahan tertawaan atau lelucon.  Puncaknya mereka membunuh dan menyalibkan Dia di atas Golgota.

     Sebagai orang percaya kita menyerahkan hidup sepenuhnya di bawah kekuasaan Tuhan Yesus dan taat kepada-Nya karena kemahakudusan-Nya, karena ke-Ilahian-Nya, bukan karena kita dipaksa dan diintimidasi untuk melakukan hal itu.  Tuhan Yesus tak pernah memaksa kita untuk taat kepada-Nya, tetapi karena kita tahu bahwa Dia adalah Tuhan, Juruselamat, dan Raja di atas segala raja, maka patutlah kita menghormati, menyanjung dan meninggikan nama-Nya, karena Bapa sendiri  "...
sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!'"  (Filipi 2:9-11).  Adalah kebodohan besar jika kita tak mau percaya dan taat kepada Tuhan Yesus, karena  "...baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup."  (Roma 14:8b-9).

     Inilah keunggulan Tuhan Yesus, lebih dari nabi-nabi yang telah ada, sebab Dia bukanlah nabi, tapi Dia adalah Tuhan dan Raja di atas segala raja, tapi manusia enggan mengakuinya.

"Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya;...  Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya."  Yohanes 3:31

Monday, August 28, 2017

PENGUASAAN DIRI PERLU DILATIH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2017

Baca:  Titus 2:1-10

"Demikian juga orang-orang muda; nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal..."  Titus 2:6

Sebagian orang Kristen merasa bangga dan menganggap diri kuat secara rohani jika telah melayani pekerjaan Tuhan atau terlibat secara aktif dalam kegiatan-kegiatan kerohanian gereja.  Namun masih sering kita dengar dan lihat dengan mata kepala sendiri banyak di antara mereka yang jatuh dalam dosa, sekalipun sudah melayani di atas mimbar.  Ada yang terlibat dalam pertikaian keluarga karena urusan warisan, saling berselisih dengan sesama hamba Tuhan dan saling menjatuhkan, ada pula yang jatuh dalam dosa meski dilakukan secara sembunyi-sembunyi!  Hendaklah kita pahami bahwa menjadi percaya pada Tuhan Yesus tidak secara otomatis menjadikan kita ini kebal terhadap segala macam godaan dari si jahat, sebab  "...si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."  (1 Petrus 5:8).  Oleh karena itu kita harus senantiasa berjaga-jaga dalam berdoa supaya kita tidak jatuh!

     Keberadaan kita sebagai jemaat awam, terlebih-lebih bagi kita yang sudah masuk dalam dunia pelayanan, mengharuskan kita memiliki kehidupan yang berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan.  Siapa pun yang mempercayakan hidup kepada Tuhan Yesus wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup  (baca  1 Yohanes 2:6), sehingga keberadaannya mampu menjadi teladan...  "dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu,"  (Titus 2:7).

     Demikian pula untuk dapat menjadi teladan, kita memerlukan latihan dalam hal penguasaan diri.  "Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak."  (1 Korintus 9:27).  Melatih tubuh dan menguasai seluruhnya berarti berjuang untuk dapat menguasai diri dari belenggu keinginan-keinginan dagingnya yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, supaya ia tidak ditolak oleh Tuhan.  Bagaimana mungkin kita bisa menjadi teladan dan mampu memenangkan jiwa bagi Tuhan, bila kita sendiri masih belum memiliki penguasaan diri terhadap keinginan-keinginan daging?

Ada harga yang harus dibayar untuk menjadi berkat dan teladan yang baik!

Sunday, August 27, 2017

DI BALIK LAYAR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2017

Baca:  Kisah Para Rasul 9:1-19

"Ia menumpangkan tangannya ke atas Saulus, katanya: 'Saulus, saudaraku, Tuhan Yesus, yang telah menampakkan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui, telah menyuruh aku kepadamu, supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan Roh Kudus.'"  Kisah 9:17

Banyak orang terkagum-kagum dengan kebesaran, kehebatan atau prestasi yang diraih seseorang dalam bidang yang ditekuninya.  Misalnya adalah Susi Susanti.  Siapa yang tidak mengenal sosok Susi Susanti  Salah satu legenda bulutangkis Indonesia.  Lucia Fransisca Susi Susanti  (nama lengkapnya), lahir 11 Februari 1971 di Tasikmalaya  (Jawa Barat).  Serentetan prestasi telah diukir Susi Susanti:  medali emas Olipiade, juara dunia 1993, juara piala dunia  (6x), juara final Grand Prix  (6x), dan masih banyak lagi.  Tapi tahukah siapa orang-orang yang berperan besar dalam keberhasilan Susi Susanti?  Tak semua orang tahu.  Selain kedua orangtua, ada peran pelatih, baik yang melatih Susi mulai dari klub kecil atau yang melatihnya saat berada di pelatnas Cipayung.  Meski hanya berada di balik layar mereka memiliki sumbangsih yang cukup berarti bagi karir Susi Susanti.

     Begitu pula rasul Paulus, semua orang percaya pasti mengenal namanya!  Seorang tokoh besar di dalam Perjanjian Baru yang dipakai Tuhan secara luar biasa dalam pemberitaan Injil.  Namun di balik kesuksesan rasul Paulus dalam pelayanan ada orang yang tak boleh dilupakan dan dianggap remeh perannya.  Orang itu adalah Ananias, orang Kristen pada abad pertama Masehi di kota Damsyik atau Damaskus.  Disebutkan bahwa Ananias diperintahkan Tuhan untuk menyembuhkan kebutaan Paulus, yang waktu itu masih bernama Saulus.  "Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel."  (Kisah 9:15), membaptisnya menjadi seorang pengikut Kristus  (Kristen), serta membimbingnya untuk mengenal Tuhan Yesus lebih lagi.  Bisa dikatakan Ananias menjadi tokoh di balik layar yang mengantarkan Paulus menjadi hamba Tuhan besar.

     Mungkin saat ini Saudara hanya bekerja  'di balik layar'  pelayanan, tidak semua orang mengenal siapa Saudara dan mungkin Saudara dipandang remeh oleh banyak orang.  Namun jangan merasa kecil hati, percayalah bahwa Tuhan melihat, memperhatikan dan memperhitungkan setiap jerih lelah Saudara!

Meski manusia tak melihat, Tuhan tidak pernah terlelap dan tertidur!

Saturday, August 26, 2017

ORANG PERCAYA: Berasal dari Kebenaran

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2017

Baca:  1 Yohanes 3:19-24

"Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran."  Yohanes 3:19

Meski masih menjalani hidup di dunia ini Alkitab menegaskan bahwa keberadaan orang percaya bukanlah dari dunia ini, sehingga tidak sepatutnya kita memiliki pola hidup seperti dunia.  "...kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu."  (Yohanes 15:19);  dan karena kita berasal dari kebenaran  (ayat nas), maka Tuhan memberikan Roh Kudus untuk menyertai dan menolong kita.  Selain itu Tuhan memberikan sebuah amanat bagi orang percaya yaitu supaya menjadi garam dan terang bagi dunia ini  (baca  Matius 5:13-16).

     Inilah ciri hidup orang yang berasal dari kebenaran yaitu hidup dalam ketenangan.  Kalau kita berasal dari kebenaran dan hidup dalam kebenaran kita pasti akan tenang dalam menjalani hidup.  "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya."  (Yesaya 32:17).  Yang membuat orang tidak hidup tenang adalah ketika ia hidup dikuasai oleh dosa sehingga setiap saat selalu timbul rasa bersalah, karena Iblis terus mendakwanya.  Selama kita hidup dalam kebenaran Tuhan pasti akan membela dan memberkati hidup kita.  Orang yang berasal dari kebenaran pasti memiliki kerinduan yang besar untuk tinggal dekat Tuhan, sebab ia menyadari bahwa  "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku."  (Mazmur 62:2).  Karena itu  "...lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik."  (Mazmur 84:11).  Di mana pun kita berada dan seberat apa pun tantangan, kita akan mampu melewatinya selama kita dekat dengan-Nya.

     Orang yang berasal dari kebenaran pasti taat melakukan perintah Tuhan dan berbuat apa yang berkenan kepada Tuhan,  "dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya."  (1 Yohanes 3:22).  Jaminan bagi orang yang taat melakukan perintah Tuhan dan berbuat apa yang berkenan adalah apa yang diminta dan didoakan pasti dijawab oleh Tuhan!

Sudahkah kita benar-benar memenuhi kriteria sebagai orang yang berasal dari kebenaran?

Friday, August 25, 2017

JANGAN SEMBARANGAN MENEGUR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2017

Baca:  1 Tesalonika 5:12-22

"Kami juga menasihati kamu, saudara-saudara, tegorlah mereka yang hidup dengan tidak tertib, hiburlah mereka yang tawar hati, belalah mereka yang lemah, sabarlah terhadap semua orang."  1 Tesalonika 5:14

Adalah fakta jika banyak orang suka sekali menegur orang lain, tapi tidak senang ditegur.  Kita mudah sekali melihat kesalahan dan kelemahan orang lain, tapi tak mudah melihat kesalahan dan kelemahan diri sendiri.  Dan yang tak kalah pentingnya adalah cara menegur pun keliru, tidak sesuai firman Tuhan.  Berhati-hatilah!  Sebab jika cara kita menegur salah dapat berakibat fatal:  orang menjadi tersinggung, marah, kecewa, ngambek, sakit hati atau terluka.  Ada juga yang berniat baik menegur, tapi menyuruh orang lain menyampaikannya karena merasa sungkan menegur langsung.  Dalam ayat 14 ini setidaknya ada empat hal yang perlu ditegaskan:  tegurlah mereka yang hidup tidak tertib, hiburlah mereka yang tawar hati, belalah mereka yang lemah, dan sabarlah terhadap semua orang.

     Siapa yang pantas menegur?  Orang yang hidup sungguh-sungguh di dalam Tuhan dan memiliki kasih.  Jangan sekali-kali kita menegur orang lain karena iri hati, jengkel atau marah, melainkan karena kita mengasihi mereka.  Kita menegur karena ada kasih dalam hati kita.  Dalam menegur, kasih saja tidaklah cukup, kita sendiri harus hidup benar.  Kalau kita sendiri tidak hidup dalam kebenaran kita tidak pantas menegur orang lain.  Itu bisa mendatangkan cela bagi diri sendiri, atau senjata makan tuan.

     Bagaimana cara menegur yang tepat?  Ketika menegur gunakan kata-kata yang bermuatan kasih, dengan kata-kata yang tepat, dan pada saat yang tepat pula.  Dunia saat ini penuh dengan orang-orang yang dengan sembarangan menegur sesamanya dengan tujuan untuk mempermalukan dan merendahkan.  Siapa yang perlu ditegur?  Orang yang melakukan kesalahan atau pelanggaran.  Janganlah menegur orang hanya karena mereka berbeda prinsip dengan kita, atau tidak menuruti kemauan dan kehendak kita, tapi tegurlah orang yang berbuat salah atau menyimpang dari firman Tuhan, bukan orang yang kita anggap salah.

"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain..."  Kolose 3:16

Thursday, August 24, 2017

JANGANLAH MENJADI SETERU SALIB

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2017

Baca:  Filipi 3:17-21

"Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus."  Filipi 3:18

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata seteru memiliki arti:  musuh perseorangan  (orang dengan seorang);  musuh pribadi.  Mengenai salib, ada yang menyenangi salib karena menganggap salib tak dapat dipisahkan dari kasih, karena di atas salib itu ada orang yang mau mati bukan karena manusia baik, melainkan demi keselamatan manusia berdosa.  Bagi sebagian orang salib segala-galanya, karena salib ia diselamatkan, dosanya diampuni, dan ia dibenarkan.  Demikianlah sikap yang benar tentang salib, bahwa karena salib kita diangkat sebagai anak Allah.  Pada salib ada pengharapan dan kepastian bahwa yang sakit disembuhkan, yang lemah dikuatkan dan yang susah dihiburkan.

     Siapa yang dimaksudkan rasul Paulus sebagai seteru salib itu?  Seteru salib bukanlah sekedar orang yang tidak percaya, tapi yang Paulus maksudkan adalah orang yang tidak peduli terhadap kuasa salib, yaitu mereka yang sudah mengenal dan tahu tentang kebenaran, dan mengalami kuasa salib, tapi tidak hidup dalam kebenaran, alias tetap hidup dalam dosa.  Itu artinya sama saja menolak dan meremehkan salib Kristus.  Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan hendaklah kita menjadi orang-orang yang menghargai salib Kristus, karena kita ada sebagaimana kita saat ini hanya karena darah Kristus yang tercurah di atas kayu salib.

     Seteru salib adalah orang yang tidak siap memikul salib.  Artinya orang yang hanya mau enaknya saja, mau menerima berkat, mau menerima mujizat, tapi ketika dihdapkan pada ujian dan tantangan, mereka secepat kilat bersungut-sungut kepada Tuhan, menjadi kevewa dan bahkan meninggalkan Tuhan.  "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."  (Matius 16:24).  Seteru salib adalah orang yang tidak menjadikan salib sebagai tujuan hidupnya, tujuan hidupnya semata-mata kepentingan diri sendiri dan berorientasi kepada perkara-perkara duniawi.

"Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia."  Galatia 6:14

Wednesday, August 23, 2017

TETAPLAH KERJAKAN KESELAMATANMU!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2017

Baca:  Efesus 2:1-10

"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,"  Efesus 2:8

Keselamatan adalah anugerah dan diberikan secara cuma-cuma bagi orang yang percaya!  Ada ayat-ayat lain di Alkitab yang menguatkan pernyataan ini:  "dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus."  (Roma 3:24);  "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman"  (2 Timotius 1:9).  Timbul pertanyaan:  "Kalau keselamatan itu anugerah dan diberikan secara cuma-cuma, mengapa harus dikerjakan?"  Seperti yang rasul Paulus nasihatkan,  "Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir,"  (Filipi 2:12).

     Orang-orang dunia mengerjakan berbagai amal demi untuk memperoleh keselamatan.  Tetapi bagi orang percaya, melakukan perbuatan baik adalah wujud syukur atas keselamatan yang telah dianugerahkan kepadanya melalui pengorbanan Kristus di kayu salib.  Keselamatan itu anugerah, namun kita perlu meresponsnya dengan tindakan iman.  Alkitab menyatakan bahwa kita diselamatkan karena kasih karunia dan bukan hasil usaha sendiri  (ayat nas), maka sudah sepatutnya anugerah keselamatan itu ditanggapi dengan tindakan iman.

     Keselamatan itu memang anugerah, tapi untuk memperoleh mahkota perlu kerja keras dan perjuangan yang tidak gampang,  "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!"  (1 Korintus 9:24).  Kita yang sudah diselamatkan tetap perlu berjuang seumur hidup kita untuk memperoleh mahkota;  dan karena kita telah diselamatkan, maka kita harus terus mengerjakan keselamatan itu sampai tercapai goal yaitu kita semakin diubahkan menjadi serupa seperti Kristus  (baca  2 Korintus 3:18).

Mengerjakan keselamatan berarti kita sungguh-sungguh berjuang  "...supaya tiada beraib dan tiada bercela..."  (Filipi 2:15), ketika Tuhan datang menjemput kita!

Tuesday, August 22, 2017

MEMEDULIKAN ORANG YANG HINA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2017

Baca:  Matius 25:31-46

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku."  Matius 25:45

Banyak orang Kristen sudah merasa diri sebagai orang yang  'rohani'  atau memiliki tingkat kerohanian yang mumpuni oleh karena sudah rajin beribadah, terlibat aktif dalam pelayanan, bahkan sudah melayani di atas mimbar, baik itu sebagai pengkhotbah, pemimpin pujian atau singer.  Menurut hemat manusia mereka bisa dikatakan sudah cukup teruji, dan tentunya berharap bahwa apa yang dilakukannya akan menyenangkan hati Tuhan dan Tuhan akan memberikan pujian terhadapnya.

     Perhatikan apa yang Tuhan Yesus katakan,  "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku."  (ayat 41b-43).  Mendengar perkataan Tuhan Yesus ini semua orang pasti akan terperanjat dan menyangkal, bahwa selama ini mereka tak pernah melihat Tuhan Yesus dalam keadaan seperti yang disebutkan itu:  "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?"  (ayat 44).  Banyak anak Tuhan sudah berbuat baik, namun tidak dinyatakan kepada orang yang paling hina.  Memang berbuat baik kepada orang yang dipandang hina, kotor dan rendah tak mendapat pujian manusia.  Sedikit orang mau melakukannya.

     Umumnya kita berbuat baik kepada orang yang juga berbuat baik kepada kita, alias mereka yang memiliki kontribusi bagi kita.  Perbuatan baik cenderung didasarkan pada untung-rugi.  Atau kita berlomba-lomba untuk berbuat baik kepada orang yang kaya, terpandang, atau orang besar, supaya kita beroleh perhatian.  Tuhan memperingatkan kita dengan keras agar kita memiliki kepedulian kepada orang-orang miskin dan hina papa.

Kepedulian kita sangat berarti bagi orang-orang yang miskin papa.  Inilah ujian kasih yang sesungguhnya!  Semua yang kita lakukan untuk mereka, Tuhan perhitungkan.

Monday, August 21, 2017

SESUAI DENGAN WAKTU TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2017

Baca:  Kejadian 37:1-11

"Katanya: 'Aku bermimpi pula: Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku.'"  Kejadian 37:9b

Waktu Tuhan berbeda dengan waktu manusia, cara Tuhan bukanlah cara manusia, jalan dan rancangan Tuhan berbeda pula dengan jalan dan rancangan manusia.  Tuhan mempunyai rancangan terhadap setiap kehidupan orang percaya.  Tetapi adakalanya rencana itu baru terwujud kebenarannya atau tergenapi setelah beberapa waktu kemudian sesuai dengan waktu-Nya.  Itulah yang seringkali tidak kita mengerti!  Karena ketidakmengertian ini akhirnya kita mengambil jalan pintas sendiri, atau terlalu cepat mengeluarkan pendapat atau komentar terhadap orang lain.

     Peristiwa seperti di atas menimpa kehidupan Yusuf.  Ia bermimpi tentang masa depannya yang cerah dan gemilang, tapi semua saudaranya dan termasuk orangtuanya tak mempercayainya.  Yusuf terlalu dini menceritakan semua mimpinya sehingga hal itu menimbulkan kecemburuan dan kebencian dalam diri saudara-saudaranya.  Sebelum mimpi itu terwujud Yusuf harus mengalami proses demi proses, penderitaan demi penderitaan:  sempat dimasukkan ke dalam penjara.  Semua orang mencemooh, menghina dan mencaci.  Mungkin mereka berkata,  "Ah, kasihan Yusuf, mimpinya tak terwujud.  Pasti ada yang tak beres dengan hidupnya."  Yusuf tak dapat membantah perkataan dan tudingan miring semua orang yang ditujukan terhadapnya, ia pun tak sanggup membela diri karena fakta saat itu benar adanya.  Tapi Yusuf tak putus asa, penderitaan tak membuatnya kecewa kepada Tuhan, ia tetap berkeyakinan bahwa apa yang datangnya dari Tuhan, lambat atau cepat, pasti digenapi-Nya.  Rencana Tuhan itu tidak pernah gagal seperti yang Ayub katakan,  "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal."  (Ayub 42:2).

     Apa yang terlihat saat ini bukanlah merupakan titik akhir rencana Tuhan.  Orang yang dewasa rohani pasti sanggup melihat dengan mata iman bahwa di balik semua penderitaan pasti ada berkat yang Tuhan sediakan.  Orang yang berada dalam  'ujian'  adalah orang yang sedang dipersiapkan Tuhan untuk menerima berkat-Nya yang besar.

Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya!  (Pengkhotbah 3:11).

Sunday, August 20, 2017

ORANG PERCAYA BUKAN ANAK GAMPANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2017

Baca:  Ibrani 12:1-17

"Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?"  Ibrani 12:9

Jangan pernah kita menganggap enteng atau sepele jika kita dihadapkan pada masalah atau penderitaan, dan jangan anggap pula bahwa hal itu sebagai hal yang kebetulan saja.  Semua itu bukanlah suatu peristiwa atau kejadian yang tanpa sebab musabab.  Kita harus memiliki kepekaan rohani, bahwa hal-hal itu diatur oleh bapa setiap hari bagi kita demi kebaikan kita juga.  Ini adalah cara Bapa untuk mendidik kita agar kita tak tersesat jalan dan beroleh hidup yang kekal.  Sebagai Bapa yang baik Dia tak ingin jiwa kita binasa oleh ketidaktaatan kita terhadap perintah-perintah-Nya.

     Dengan masalah atau penderitaan yang kita alami Bapa mendidik kita agar kita dapat hidup dengan iman yang benar-benar tertuju kepada Tuhan Yesus.  Karena itu beban-beban dan dosa harus ditinggalkan semua seperti tertulis:  "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa."  (Ibrani 12:2-3).  Oleh karena itu  "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang."  (Ibrani 12:7-8).  Tetaplah mengucap syukur jika kita ditegur Tuhan melalui masalah atau penderitaan, itu artinya Tuhan sangat mengasihi dan memperhatikan kita.

     Banyak anak Tuhan yang ngambek dan tidak bisa menerima keadaan ketika menghadapi masalah dan penderitaan.  Mereka berpikir Tuhan itu jahat dan tidak mengasihi dirinya.  Namun,  "... Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula."  (Ayub 5:18).

Teguran Tuhan atas kita adalah bukti bahwa kita ini anak yang dikasihi-Nya!

Saturday, August 19, 2017

SAAT TUJUAN HIDUP MULAI BERGESER

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2017

Baca:  Yohanes 5:30-47

"...sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku."  Yohanes 5:30b

Setiap orang pasti memiliki tujuan hidup.  Karena memiliki tujuan hidup kita terdorong untuk menjalani hari-hari dengan penuh kehati-hatian dengan mata yang tertuju kepada apa yang hendak dicapai.  Iblis senang sekali mengaburkan dan merengut tujuan hidup dari setiap orang percaya dan membawanya kepada suatu keadaan yang dipenuhi dengan kebimbangan dan keragu-raguan.  Ketika orang hidup dalam kebimbangan dan keraguan saat itulah ia tidak lagi percaya penuh akan Tuhan dan janji firman-Nya.  Itulah permulaan orang mulai kehilangan tujuan hidupnya!

     Keberhasilan hidup dinilai oleh dunia dari apa yang dimiliki seseorang, seperti kekayaan, reputasi, kekuasaan, jabatan, popularitas dan sebagainya.  Jika orang percaya merasa tidak memiliki semuanya itu mereka menganggap diri sebagai orang yang gagal mencapai tujuan hidup.  Tetapi ukuran keberhasilan hidup seseorang di mata Tuhan adalah bagaimana ia memiliki hidup yang berkenan kepada-Nya.  Tuhan Yesus memiliki satu tujuan hidup yaitu melakukan kehendak Bapa yang mengutus-Nya  (ayat nas).  Ini bukanlah merupakan kata-kata belaka, tapi Dia membuktikan dengan tindakan nyata pada waktu Dia menghadapi penyaliban-Nya:  "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi."  (Lukas 22:42).  Sesungguhnya Tuhan Yesus tidak ingin minum cawan dosa segenap dunia, tetapi Dia menyerahkan sepenuhnya kepada kehendak Bapa-Nya, dan bahkan Ia taat sampai mati di atas kayu salib.                                         

     Kita harus mengerti tujuan Bapa mengutus Tuhan Yesus ke dunia yaitu untuk menebus dan menyelamatkan kita dari penghukuman kekal, menyembuhkan segala penyakit kita dan untuk menghapus segala kutuk.  Semua perkara itu dapat disimpulkan secara ringkas:  "Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu."  (1 Yohanes 3:8b).  Sebagai umat tebusan-Nya seharusnya kita mengerti akan kebenaran ini.  Apa respons Saudara?

"Karena bagiku hidup adalah Kristus... jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."  Filipi 1:21-22

Friday, August 18, 2017

KEGAGALAN: Ketidaktaatan dan Kekerasan Hati

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2017

Baca:  Ibrani 3:7-19

"Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun,"  Ibrani 3:7-8

Tuhan telah berjanji kepada umat Israel:  "Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya,"  (Keluaran 3:8).  Namun tidak semua umat Israel dapat menikmati Kanaan, sebagian dari mereka gagal mencapainya dan harus meninggal di padang gurun.  Kegagalan itu bukan berarti Tuhan ingkar terhadap janji-Nya atau berlaku kejam terhadap mereka.  Ingat, Tuhan tidak pernah merancang kecelakaan atau hal-hal yang jahat bagi umat-Nya, tapi rancangan-Nya adalah  "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  (Yeremia 29:11).

     Kalau pada akhirnya ada sebagian bangsa Israel yang gagal mencapai Tanah Perjanjian penyebabnya adalah keputusan dan pilihan mereka sendiri, sekalipun mereka adalah bangsa pilihan Tuhan,  "Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun. Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat,"  (1 Korintus 10:5-6).  Secara individu ada banyak dari bangsa Israel yang mengeraskan hati dan tidak mau tunduk kepada tuntunan Tuhan, padahal selama menempuh perjalanan di padang gurun hari-hari mereka dipenuhi dengan mujizat dan perbuatan ajaib dari Tuhan.  Bahkan Alkitab mencatat:  "Pakaianmu tidaklah menjadi buruk di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi bengkak selama empat puluh tahun ini."  (Ulangan 8:4).

     Kegagalan bangsa Israel ini adalah sebuah pelajaran berharga bagi orang percaya!  Tuhan tidak menghendaki kita bernasib sama seperti mereka yang binasa, Ia mau kita bersungguh-sungguh dalam mengikut Tuhan, setia sampai akhir!  Tak ingin menuai kegagalan dan kebinasaan?  Perhatikanlah hidupmu mulai dari sekarang!

Sebagian umat Israel harus menelan pil pahit yaitu binasa di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian karena mereka mengeraskan hati dan tidak taat!

Thursday, August 17, 2017

MERDEKA: Tidak Lagi Diperbudak

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2017

Baca:  Galatia 5:1-15

"Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan."  Galatia 5:1

Haleluyah!  Kita sebagai orang percaya yang juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI patut bersukacita dan bersyukur kepada Tuhan Yesus, karea pada hari ini bangsa kita memperingati Hari Kemerdekaan.  Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-72!  Di samping bersyukur, perlu sekali kita mengkaji ulang melalui firman Tuhan tentang arti kemerdekaan yang sesungguhnya.  Merdeka berarti secara fisik tidak ada bangsa lain yang menjajah lagi.  Berbicara mengenai kemerdekaan juga tidak terlepas dari hal kelepasan, ketenangan, kedamaian, sukacita dan kesejahteraan.  Semua 72 tahun bangsa Indonesia mengenyam kemerdekaan sudahkah kita benar-benar mengalami kemerdekaan yang sejati?  Ini yang patut untuk kita renungkan.

     Peringatan Hari Kemerdekaan RI di tahun 2017 ini terasa sangat berbeda, karena kita merayakan hari ulang tahun kemerdekaan di tengah situasi bangsa yang sedang karut marut.  Ada banyak sekali ujian dan cobaan menimpa bangsa ini:  mulai dari banyaknya bencana alam yang terjadi, semakin meningkatnya tingkat kriminalitas, pemerintah juga diguncang oleh berbagai penyimpangan, bahkan isu SARA yang mengarah kepada perpecahan dan ketidakharmonisan begitu marak terjadi.  Sungguh sangat memprihatinkan!  Firman Tuhan sudah memperingatkan:  "Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih."  (Galatia 5:13).  Kemerdekaan tidak akan berarti apa-apa jika kemerdekaan yang telah diraih dengan penuh perjuangan oleh para pahlawan bangsa tersebut tidak diisi dengan hal-hal yang baik dan positif.

     Pula dalam kekristenan, karena kita telah dimerdekakan oleh Kristus melalui pengorban-Nya di kayu salib, maka kita harus memiliki kesadaran tinggi untuk tidak mau diperbudak lagi oleh dosa.  Karena itu kita harus mengerjakan keselamatan yang telah dianugerahkan Tuhan itu dengan hati yang takut dan gentar  (baca  Filipi 2:12).

Jangan sia-siakan kemerdekaan, tapi pergunakan kemerdekaan itu untuk hidup lebih berkenan kepada Tuhan!

Wednesday, August 16, 2017

MENOLAK BAHTERA KESELAMATAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2017

Baca:  Matius 24:37-44

"Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga."  Matius 24:44

Sesungguhnya, Tuhan dengan sangat sabar menunggu mereka untuk bertobat, meski berkali-kali diperingatkan akan datangnya air bah, tapi mereka tetap mengeraskan hati.  Ada tertulis,  "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat."  (2 Petrus 3:9).  Karena menolak terlibat dalam proyek keselamatan bersama Nuh dan menolak berita keselamatan yang disampaikan Nuh, akhirnya mereka harus mengalami kebinasaan tenggelam dalam air bah.

     Kebinasaan itu adalah pilihan hidup mereka sendiri.  Berbeda dengan Nuh sekeluarga, yang diselamatkan karena kesetiaan dan ketaatannya mengerjakan panggilan Tuhan untuk mempersiapkan bahtera itu.  Bahtera adalah jalan keselamatan agar keluarga Nuh dan semua orang yang masuk ke dalam bahtera tersebut terluput dari malapetaka.  Bahtera itu adalah kasih karunia Tuhan bagi manusia di zaman itu, namun semua orang menolak apa yang baik yang Tuhan sediakan, kecuali Nuh.  Fakta mengenai kisah Nuh dan orang-orang sezamannya ini menjadi sebuah pelajaran berharga bagi kita orang percaya.  Itulah sebabnya Tuhan Yesus menyebut-nyebut Nuh dalam pengajaran-Nya, sebab pola hidup manusia di akhir zaman ini tidak jauh berbeda dengan manusia pada zaman Nuh, yang tidak lagi memperdulikan keselamatan jiwanya.  "Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia."  (Matius 24:38-39).

     Selagi ada waktu dan kesempatan marilah kita terus memperbaiki diri dan bertobat.  Keselamatan kekal atau kebinasaan kekal adalah akibat pilihan dan juga keputusan-keputusan yang kita ambil saat menjalani hidup saat ini.

Pemazmur berkata,  "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana."  Mazmur 90:12

Tuesday, August 15, 2017

MENOLAK BAHTERA KESELAMATAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2017

Baca:  Lukas 17:20-37

"Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia:"  Lukas 17:26

Jauh sebelum air bah melanda bumi sesungguhnya Bapa telah mempersiapkan  'bahtera'  keselamatan bagi umat manusia, di mana Ia mengutus Nuh untuk membuat bahtera dengan ukuran dan bentuk yang telah direncanakan-Nya.  Nuh pun merespons panggilan Bapa dan taat melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepadanya  (baca  Kejadian 6:13-22).  Demikian juga jelang kedatangan Kristus untuk yang kedua kalinya di mana akan terjadi penghukuman dan keadilan, Bapa jauh sebelumnya telah mempersiapkan suatu  'bangunan'  yang merupakan suatu  'bahtera keselamatan'  bagi umat manusia yang mau bertobat dan percaya kepada-Nya.  Bangunan yang merupakan  'bahtera keselamatan'  itu dibangun di atas  'batu penjuru'  yaitu Yesus Kristus.  "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan. Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: 'Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan.' Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan."  (1 Petrus 2:6-8).

     Ironisnya umat manusia banyak yang menolak  'bahtera keselamatan'  yang Bapa telah sediakan.  Keadaan ini sama seperti di zaman Nuh, Tuhan bukan hanya berniat untuk menyelamatkan Nuh dan keluarganya saja, tetapi juga orang-orang yang mau masuk ke dalam bahtera, tetapi mereka menolak dan tidak mau taat.  Orang-orang di zaman Nuh sibuk dengan urusan makan dan minum, kawin dan mengawinkan sehingga mereka tidak lagi memperdulikan keselamatan,  "...sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua."  (Lukas 17:27).

     Alkitab menyatakan bahwa Nuh disebut pemberita kebenaran  (baca  2 Petrus 2:5).  Artinya pada waktu membuat bahtera Nuh juga berusaha mengajak orang-orang untuk turut ambil bagian dalam proyek  'bahtera keselamatan'  itu, memberitakan kebenaran dan menyerukan pertobatan, tapi semua orang menolaknya mentah-mentah.  (Bersambung)