Wednesday, September 30, 2009

Bertobat Dengan Sungguh

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 September 2009 -

Baca: Yehezkiel 33:1-20

"Sebaliknya, kalau orang fasik bertobat dari kefasikannya dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup karena itu." Yehezkiel 33:19

Sejak manusia pertama jatuh ke dalam dosa, dosa dan tabiat dosa mengikuti dan menjadi bagian dalam diri manusia sehingga kita dilahirkan ke dalam dunia dengan segala kecenderungan hati untuk selalu melakukan kejahatan (baca Kejadian 6:5). Daud menyadari hal itu dan berkata, "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." (Mazmur 51:7). Jadi, sesungguhnya kita ini adalah manusia berdosa yang pantas untuk menerima hukuman.
Namun kita patut bersyukur kepada Allah, Bapa kita, yang oleh karena kasihNya menganugerahkan PuteraNya, Yesus Kristus, untuk mati di salib. Darah Kristus mendamaikan kita dengan Allah, kita tidak lagi menjadi seteru Allah. Kristus "...telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran." (1 Petrus 2:24). Setelah menerima anugerah keselamatan kita harus dengan sungguh-sungguh hidup dalam pertobatan. Kita harus bertobat dari dosa! Kita tidak dapat menerima anuegerah Tuhan lalu tetap tinggal dalam dosa, karena Tuhan telah mencurahkan anugerahNya sewaktu kita masih berdosa dan kini dosa kita telah diampuni dan kita disucikan. Hidup dalam pertobatan itu suatu perintah, bukan sekedar himbauan! Kita harus dengan sadar meninggalkan dan menolak segala perbuatan dosa. Karena itu mari mencermati hidup kita, hal-hal apa yang sekiranya akan menyeret kita lebih jatuh ke dalam dosa: apakah lingkungan, tontonan atau bacaan yang negatif, serta pergaulan kita, sebab "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33) dan "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Semua perbuatan daging (baca Galatia 5:19-21) harus ditinggalkan.
Kita harus berhenti berbuat dosa dan menghindarkan diri dari jebakan dosa itu. Kita memang masih hidup di dunia yang penuh dosa, namun kita harus memilih untuk hidup sesuai kehedank Tuhan setiap hari, karena pertobatan tidak dapat dilakukan hanya sekali seumur hidup, melainkan suatu proses terus-menerus dalam hidup kita.

Jika tidak sungguh-sungguh bertobat, kita akan binasa!

Tuesday, September 29, 2009

Petrus dan Integritas

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2009 -

Baca: Yohanes 21:15-19

"Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini? (murid-murid Yesus yang lain - red.)"  Yohanes 21:15

Petrus (Simon Petrus) adalah satu dari tiga murid Yesus yang sering bersama-sama dengan Gurunya. Di mana pun Yesus melayani, ketiga orang itu selalu turut serta. Selain Petrus ada Yakobus dan Yohanes yang dikenal begitu dekat dengan Sang Guru. Contohnya saat Yesus membangkitkan anak Yairus mereka ada bersamaNya; juga ketika Yesus dimuliakan di atas bukit, ketiga orang itu juga turut menyaksikan momen tersebut. Meskipun demikian Petrus pernah mengkhianati Yesus. Walaupun ia berkata, "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, akan takkan menyangkal Engkau." (Matius 26:35a), tetapi apa yang diperbuat Petrus berbeda dengan apa yang pernah dia ucapkan. Pada waktu ayam berkokok Petrus telah menyangkal Yesus tiga kali. Dan ketika Yesus harus disalibkan, ketiga orang itu (Petrus, Yakobus dan Yohanes) kembali kepada kehidupan lamanya sebelum dipanggil menjadi murid Yesus yaitu sebagai nelayan.
Memang tidak mudah memiliki integritas, karena integritas berbicara tentang kesetiaan, komitmen dan totalitas secara keseluruhan. Apa yang kita ucapkan itulah yang harus kita lakukan! Sebagai anak-anak Tuhan kita dituntut menjadi orang-orang yang berintegritas. Bila kita berkata aku mengasihi Tuhan, atau Tuhan adalah yang utama dalam hidupku, maka kita harus membuktikannya dengan tindakan. Sejauh mana kita mengasihi Dia dan benarkah Ia prioritas utama dalam hidup kita? Apakah buktinya?
Kepada Petrus, meskipun sempat gagal dan tidak punya integrtias, Tuhan tetap menujukkan kasih dan kesabaranNya sekalipun dia sudah berkhianat dan menyakiti hatiNya. Ketika bertemu kembali dengan petrus Yesus masih memberinya kesempatan untuk kembali melayani. Ditanyakan apakah Petrus benar-benar mengasihi Tuhan, bahkan pertanyaan itu Tuhan ulang sebanyak 3 kali. Akhirnya Petrus tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan, dia merespon panggilan Tuhan yaitu menjadi penjala jiwa-jiwa. Bila kita pelajari dalam Alkitab, Petrus menjadi orang yang luar biasa bagi Tuhan, bahkwa rela mati sebagai martir demi Injil Kristus.

Jadilah orang-orang Kristen yang berintegritas, bukan yang munafik.

Monday, September 28, 2009

Sekali Lagi Tentang Hidup

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2009 -

Baca: 2 Korintus 5:1-10

"Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat." 2 Korintus 5:10

Sudah beberapa tahun ini bencana atau musibah sering terjadi di negara kita: berita jatuhnya pesawat yang tidak lagi mengejutkan karena terlalu sering dan tak terhitung lagi jumlah korbannya; tanah longsor di daerah pertambangan; flu babi yang mulai menyerang; dan yang masih memiriskan hati kita adalah bom bunuh diri di hotel berbintang di Jakarta beberapa bulan lalu. Dan masih banyak lagi perkara-perkara yang setiap saat dapat merenggut nyawa manusia.
Kemarin diingatkan agar kita benar-benar memperhatikan bagaimana kita hidup. Yang diperhatikan Tuhan bukan bagaimana cara kita mati melainkan bagaimana cara kita hidup. Tuhan sendiri mengalami kematian dengan cara tidak terhormat, yaitu harus tergantung di atas kayu salib, dan ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!" (Galatia 3:13). Namun ada rencana indah di balik peristiwa itu. Sesungguhnya hidup di dunia ini hanyalah sementara, diperibahasakan seperti seserorang yang singgah untuk sekedar minum. Kita ini hanyalah pendatang dan perantau (baca 1 Petrus 2:11). Maka dari itu "...erhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," (Efesus 5:15), karena setiap orang akan menghadap takhta pengadilan dan mempertanggungjawabkan apa yang sudah diperbuat selama hidupnya.
Jadi waktu yang sangat singkat ini mari kita gunakan sebaik mungkin. Alkitab menyatakan bahwa hidup ini ibarat orang yang sedang berkemah, suatu saat nanti kemah itu akan dibongkar; namun bagi orang percaya, Tuhan "...telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Bukan waktunya lagi untuk bermalas-malasan atau ogah-ogahan melayani Tuhan, justru kita harus semakin giat menabur dalam Roh sehingga pada saatNya kita akan menuai hidup kekal dari Roh itu.

Milikilah hidup yang berkenan kepada Tuhan sebelum waktu itu datang menjemput kita!

Sunday, September 27, 2009

Selagi Masih Hidup

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 September 2009 -

Baca: Wahyu 20:11-15

"Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu." Wahyu 20:12

Ada peribahasa mengatakan: "Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama baik". Ketika orang dipanggil Tuhan (mati) pasti meninggalkan kesan bagi orang-orang yang ditinggalkan: keluarga/kerabat, teman atau orang sekitarnya. Ada yang sangat mengesankan karena semasa hidupnya banyak berbuat baik, memperhatikan dan menolong orang lain, setia melayani tuhan, atau mungkin spektakuler prestasinya seperti Michael Jackson misalnya, yang meninggal beberapa bulan lalu, yang sampai-sampai dijuluki "The King of Pop". Tapi ada juga yang justru meninggalkan kesan negatif: jahat, kikir, cerewet, sering bolos ibadah, tidak jujur.
Ada pun penentuan akhir perjalanan hidup manusia adalah penghakiman di hadapan Tuhan kelak. Di hari penghakiman nanti penilaian Tuhan bukan ditentukan karena orang itu kaya, miskin, terkenal, tampan atau cantik; bukan karena prestasinya tinggi dalam bidang olahraga, pernah menjadi presiden atau raja, pernah menjadi artis top, tercatat di MURI, Guinness Book of Records atau Hall of Fame. Maaf, Tuhan tidak punya buku untuk mencatat hal-hal demikian. Yang tercatat dalam buku Tuhan adalah perbuatan-perbuatan kita selama hidup. "...Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya," (1 Petrus 1:17), karena "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Dan buku itu disebut kitab kehidupan.
Apakah kita yakin nama kita akan tercanum di kitab kehidupanNya? Di hari penghakiman nanti munkin kita akan dibuat terkejut melihat orang-orang hebat dipermalukan, sementara orang yang 'kecil' yang tak ternama dan dipandang remeh, namun selama hidupnya mengasihi Tuhan dan setia sampai akhir, diangkat dan dimuliakan Tuhan di sorga!

Mumpung masih ada kesempatan mari kita perhatikan bagaimana kita hidup!

Saturday, September 26, 2009

Ketika Keadaan Baik-Baik Saja

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 September 2009 -

Baca: Yeremia 22:20-30

"Aku telah berbicara kepadamu selagi engkau sentosa, tetapi engkau berkata: 'Aku tidak mau mendengarkan!' Itulah tingkah langkahmu dari sejak masa mudamu, sebab engkau tidak mau mendengarkan suara-Ku!" Yeremia 22:21

Sudah menjadi sifat manusia ketika hidupnya dalam keadaan sentosa, artinya baik-baik saja, aman, sehat, makmur dan berkecukupan, ia cenderung melupakan Tuhan dan sepertinya tidak lagi membutuhkan kehadiranNya. Saat keluarga baik-baik, anak-anak berhasil dalam studi, pekerjaan sudah mapan dengan gaji cukup tinggi, apa lagi yang perlu kita kuatirkan dan takutkan dalam hidup ini? Jadi kita tidak perlu ngoyo-ngoyo (berusaha keras - istilah Jawa, red.): ibadah ke gereja seminggu sekali saja; berdoa saat mau makan, hendak tidur pada malam hari dan setelah bangun pagi saja. That's enough! Sudah cukup! Ini sering kita lakukan. Sebaliknya kita baru mau mencari Tuhan sungguh-sungguh apabila bisnis sedang hancur, toko hampir bangkrut, studi gagal total, belum memiliki anak meski sekian tahun berumahtangga atau hal-hal buruk lain sedang menimpa kita.
Tidak salah bila kita datang mencari Tuhan ketika dalam masalah. Namun, apakah kita harus menunggu sampai musibah menimpa kita dahulu baru kita sungguh-sungguh di dalam Tuhan dan melayani Dia? Mengapa ketika masih muda, kuat, sehat dan berkellimpahan kita 'hitung-hitungan' dan tidak mau melakukan yang terbaik bagiNya?
Dalam Matius 19:16-22 ada anak mudah yang hidupnya makmud dan segalanya baik-baik saja. Bahkan dalam hal kerohanian sepertinya dia tidak bercacat, semua hukum Taurat dia lakukan dengan baik. Namun ada satu hal yang kurang, seperti kata Yesus, "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." (Matius 19:21). Dan ternyata anak muda ini lebih memilih mencintai hartanya daripada harus mengikut Tuhan. Harta/kemewahan/uang menjadi prioritas utama dalam hidupnya melebihi kasihnya kepada Tuhan. Oleh sebab itu dia memilih meninggalkan Tuhan daripada harus kehilangan hartanya.

Bersungguh-sungguhlah di dalam Tuhans elai keadaan kita baik, jangan tunggu sampai Dia menegur kita!

Friday, September 25, 2009

Menuntun Orang Kepada Kebenaran

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 September 2009 -

Baca: Daniel 12:1-13

"Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya." Daniel 12:3

Berbicara tentang Daniel erat hubungannya dengan kesetiaan, ketekunan dan integritas. Di tengah situasi sulit Daniel muncul sebagai orang mudah yang bercahaya seperti bintang yang memancarkan sinarnya di tengah kegelapan malam. Itulah sebabnya kitab Daniel ditutup dengan begitu indahnya, di mana pada saat yang tepat orang-orang benar akan beroleh kemenangan.
Proses mencapai kemenangan tidak mudah, harus melewati ujian yang begitu berat sebagaimana halnya Daniel yang tidak serta-merta menjadi orang istimewa ('bercahaya') di antara orang-orang sezamannya. "...pada orang itu terdapat roh yang luar biasa dan pengetahuan dan akal budi, sehingga dapat menerangkan mimpi, menyingkapkan hal-hal yang tersembunyi dan menguraikan kekusutan, yakni pada Daniel yang dinamai Beltsazar oleh raja." (Daniel 5:12a). Tapi ada harga yang yang harus dibayar! Daniel telah melewati ujian demi ujian sehingga pada akhirnya Daniel dapat berkata bahwa orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cakrawala!
Orang yang bijaksana atau berhikmat dalam Perjanjian Lama dikaitkan dengan hati yang takut akan Tuhan, karena "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10). Jadi orang bijaksana adalah orang yang takut akan Tuhan, tidak hanya di dalam pikiran tapi juga di dalam hati dan perbuatannya. Orang-orang benar inilah yangg dapat menjadi saksi dan menuntun orang lain kepada kebenaran. Tugas dan tanggung jawab ini ada di pundak kita, sebagaimana yang Yesus perintahkan sebelum Ia terangkat ke sorga, "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20a). Sudahkan kita memenuhi kriteria sebagai orang-orang bijaksana yang layak menuntun orang lain kepada kebenaran?

Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Lukas 6:39

Thursday, September 24, 2009

Bagaimana Respon Kita?

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 September 2009 -

Baca: Yeremia 1:4-19

"Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan." Yeremia 1:7

Adalah biasa bila manusia kurang responsif terhadap panggilan Allah dalam hidupnya, karena manusia lebih suka memilih jalannya sendiri daripada harus tunduk kepada tuntunan Allah, walaupun Dia tidak pernah merancangkan kejahatan bagi kehidupan manusia, melainkan, "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi "...Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10), kata Ayub.
Ada beberapa contoh orang yang awalnya kurang bersemangat dan banyak alasan mendhindari panggilan Allah. Ketika Musa diutus Alah membawa bangsa Israel keluar dari Mesir ia tidak menyambutnya dengan antusias, justru ia merasa dirinya tidak mampu dan tidak pandai biccara. Musa berkata, "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11), apalagi, "...aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah."" (Keluaran 4:10).
Begitu pula ketika Allah memanggil dan menetapkan Yeremia untuk menjadi nabi bagi bangsa-bangsa, Yeremia berdalih seperti Musa, "Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda." (Yeremia 1:6), walaupun Allah sudah memanggil dia sejak masih dalam kandungan ibunya, bahkan sebelum Allah membentuknya dalam kandungan Aia telah mengenalnya (Yeremia 1:5). Tidak semua orang dipanggil menjadi nabis seperti Yeremia atau sebagai pemimpin besar seperti Musa. Apa panggilan Allah bagi kita saat ini? Ialah "...supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya." (1 Tesalonika 2:12). Jadi hidup sesuai panggilan Allah adalah hidup dalam kekudusan (pertobatan) karena Dia tidak menghendaki kita binasa kekal.

Bila kita lari dari panggilan Allah dan lebih menuruti keinginan diri sendiri berarti kita sudah siap menanggung resikonya!

Wednesday, September 23, 2009

Berduka Tapi Berbahagia

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 September 2009 -

Baca: Matius 5:1-12

"Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." Matius 5:4

Yang namanya berdukacita pasti sangat berbeda dengan berbahagia. Dukacita adalah lawan kata dari kebahagiaan. Lalu, apakah firman yang ditulis itu tidak salah? Dukacita atau kesedihan menyelimuti hati seseorang ketika ia ditinggalkan orang yang dikasihi, entah itu orangtua, sahabat, pacar, suami atau istri dan sebagainya. Dukacita yang kita rasakan seolah-olah tak terobati meskipun terus dihibur oleh banyak orang. Lalu dukacita bagaimana yang dimaksud ayat di atas?
Ada dukacita yang merupakan dosa dan ada dukacita yang justru mendatangkan pengampunan. Dukacita yang merupakan dosa adalah kemurungan berlarut-larut karena putus asa, kecewa atau kesedihan yang mendalam terhadap perkara yang sia-sia, "...dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian," (2 Korintus 7:10).
Ada pun dukacita yang mendatangkan pengampunan adalah dukacita karena dosa, baik itu dilakukan diri sendiri ataupun perbuatan orang lain. Inilah dukacita yang Tuhan maksudkan! Menyadari ketidaklayakan di hadapan Tuhan akibat dosa-dosa yang ia perbuat akan menimbulkan rasa dukacita yang mendalam dalam diri seseorang. Orang berdosa yang yang telah dijamah oleh kuasa Roh Kudus tidak akan bersukacita karena dosa-dosanya. Sebaliknya ia akan meratap dan berduka karena sadar bahwa jalan-jalannya sudah jauh dari kebenaran dan telah melukai hati Tuhan, karena hidupnya sudah tidak kudus lagi. Dukacita semacam ini akan beroleh penghiburan dari Tuhan yaitu berupa pengampunan dan kehidupan kekal. Tuhan akan mengubah ratapan itu menjadi tari-tarian karena tuhan Yesus sudah menanggung segala dosa-dosa kita di atas kayu salib. Rasa dukacita itu seharusnya ada di dalam hati kita setiap kali kita berbuat dosa dan menyadarinya. Dukacita ini timbul bukan karena kekuatan kita sendiri, melainkan pekerjaan Roh Kudus. Bila masih ada orang Kristen yang telah bersukacita dan kelihatan santai-santai saja ketika melakukan dosa berarti masih perlu dipertanyakan kelayakannya sebagai orang percaya, berarti ia belum hidup dalam pertobatan. Ingat, tanpa pertobatan kita tidak beroleh bagian di dalam Kerajaan Sorga. Alkitab mencatat hal ini: "...tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:15).

Dukacita karena dosa menunjukkan seseorang peka dan benci terhadap dosa!

Tuesday, September 22, 2009

Masalah dan Jalan Keluarnya (2)

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 September 2009 -

Baca: Mazmur 20:1-10

"Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya dan menjawabnya dari sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." Mazmur 20:7

Tuhan mengijinkan kita berada dalam 'masa-masa genting' untuk melatih 'otot' iman kita. Biasanya bila sudah terjepit dan babak belur kita baru mau berserah dan percaya kepada Tuhan. Bila kita menyadari Yesus ada di dekat kita, kita akan menjalani hidup dengan tenang. Memang secara kasat mata Yesus tidak keihatan, tetapi Roh Kudus ada di dalam kita. Sebesar apa pun badai menyerang, kita tetap mampu melewatinya karena Roh yang ada di dalam kita lebih besar dari segalanay.
Langkah apa yang harus kita lakukan supaya kemenangan yang dijanjikan Tuhan tergenapi dalam hdiup kita? 1. Setia dan tekaun membaca firman Tuhan. Jangan anggap ringan perihal membaca Alkitab. Mungkin kita berkata: pasti bisa kulakukan! Namun, seberapa lama kita konsekuen dan konstan melakukannya? Berapa lam kita baca Alkitab setiap hari? Alkitab adalah firman dan firman itu Yesus; ketika kita membaca firmanNya dan memasukkannya dalam hati dan pikiran, Yesus pun masuk ke dalam hati dan pikiran kita. 2. Berdoa dengan sungguh-sungguh. Sudahkah kita berdoa? Serempak kita akan menjawab: sudah! Doa yang bagaimana? Alkitab berkata, "Doa orang yan benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Doa orang yang hidupnya benarlah yang diperhatikan dan didengar Tuhan. Jika Tuhan sepertinya tidak memperhatikan dan tidak segera menjawab doa kita, bisa jadi itu karena dosa kita, karena "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). 3. Hidup dalam pertobatan selalu. Bertobat berarti menanggalkan manusia lama, mengenakan 'manusia baru' setiap hari. Pertobatan adalah kehendak Tuhan yang utama; tanpa itu kita tidak akan menikmati janji-janji Tuhan.

Tidak ada masalah terlalu sulit bagi orang percaya asal tiga hal di atas menjadi bagian dalam hidupnya!

Monday, September 21, 2009

Masalah dan Jalan Keluarnya (1)

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 September 2009 -

Baca: Matius 8:23-27

" 'Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?' Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali." Matius 8:26

Hidup dalam Tuhan bukan berarti bebas masalah. Saat berjalan dengan Tuhan sekalipun terkadang 'angin ribut' secara mendadak datang menyerang kita. Hal ini juga dialami oleh murid-murid Yesus saat mereka berada di dalam perahu. "Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur." (ayat 24). Karena angin ribut, mereka menjadi sangat panik dan ketakutan, padahal Yesus berada dalam satu perahu. Lalu mereka berseru, "Tuhan, tolonglah, kita binasa." (ayat 25b). Hal ini sering kita alami juga, bukan?
Ketika mengalami permasalahan yang berat kita cenderung panik dan menjadi takut, padahal Yesus bersama kita dan ada di dekat kita, bukannya membiarkan dan meninggalkan kita. Sebaliknya justu kita yang seringkali melupakan dan tidak mempercayaiNya. Kita masih terpengaruh dengan apa yang kita lihat dan dengar, terpaku dengan apa yang kelihatannya di sekitar kita, yang berarti kita tidak berjalan dengan iman. Akibatnya kita mudah stres, murung, putus asa; jangankan bersukacita, membuka mulut untuk memuji Tuhan saja kita enggan melakukannya. Ini menunjukkan bahwa kita adalah pecundang dan Iblis akan 'membusungkan' dada bila melihat orang Kristen seperti itu, padahal firmanNya jelas mengatakan, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Hidup dalam iman adalah hidup bukan berdasarkan pada suatu yang kelihatan, tetapi apa yang tidak kelihatan, serta memandang dan menyikap segala sesuatu dengan 'mata rohani'. Itulah yang dilakukan Paulus. Meski menghadapi tantangan hidup sangat berat dia tidak pernah menjadi lemah apalagi sampai frustrasi, karena "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat-" (2 Korintus 5:7), kata Paulus. Kita harus percaya meski tidak melihat. Jika dalam menjalani hidup ini kita banyak merasakan ketakutan dan kekuatiran berarti kita belum sepenuhnya percaya kepada Tuhan. Dam selama kita masih menggunakan akal dan kekuatan sendiri, maka masalah yang kita alami tidak akan pernah terselesaikan. Kita harus bisa melepaskan segala ikatan yang masih membelenggu perasaan kita! (Berlanjut)

Sunday, September 20, 2009

Gereja Sebagai Tubuh Kristus

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 September 2009 -

Baca: 1 Korintus 12:12-31

"Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota." 1 Korintus 12:14

Tubuh kita terdiri atas berbagai anggota (bagian) tubuh: ada kepala, telinga, mata, hidung, mulut, tangan, kaki dan sebagainya, namun menjadi satu kesatuan utuh dan tak terpisahkan. Begitu pula gereja sebagai tubuh Kristus terdiri dari anggota-anggota yang menjadi satu kesatuan. Tidak akan ata tubuh jika hanya ada satu anggota. "Andaikata semuanya adalah satu anggota, di manakah tubuh? Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh." (ayat 19-20). Maka antar anggota tubuh ada ketergantungan.
Semua anggota tubuh penting adanya, termasuk anggota yang paling lemah sekalipun. Seringkali kita menilai sesama anggota jemaat Tuhan dengan mata jasmani. akibatnya kita sering terfokus kepada mereka yang kelihatannya lebih menonjol dan berpotensi, sementara jemaat yang penampilan luarnya kurang meyakinkan, hina dan sepertinya kurang bisa berkontribusi kita abaikan. Namun Alkitab menyatakan; "Malahan justru anggota-anggota tubuh yang nampaknya paling lemah, yang paling dibutuhkan Dan kepada anggota-anggota tubuh yang menurut pemandangan kita kurang terhormat, kita berikan penghormatan khusus. Dan terhadap anggota-anggota kita yang tidak elok, kita berikan perhatian khusus." (ayat 22-23). Oleh karena itu anggota jemaat yang lebih lemahlah yang harus kita perhatikan supaya tidak terjadi gap atau perpecahan di antara sesama anggota jemaat. Coba bayangkan seseorang yang kehilangan kaki atau tangan karena musibah, apakah tubuhnya dapat berfungsi dengan sempurna? Dalam hal ini rasul Paulus berkata, "...jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita." (ayat 26), sehingga terjalin keselarasan dan tubuh itu benar-benar utuh. Inilah rencana Tuhan bagi gerejaNya!
Bagaimana supaya gereja Tuhan (tubuhNya) tetap utuh dan sempurna? Dasarnya adalah kasih. Kasih Kristuslah yang menjadikan gereja utuh. Jika Kristus begitu mengasihi kita sehingga Dia memberikan segala-galanya kepada kita, maka sudah sepatutnya kita mengasihi sesama anggota tubuhNya.

Kita sesama anggota tubuh Kristus harus saling mengasihi dan memperhatikan!

Saturday, September 19, 2009

Berdoa Secara Teratur

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 September 2009 -

Baca: Lukas 22:39-46

"Lalu pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun. Murid-murid-Nya juga mengikuti Dia." Lukas 22:39

Beberapa waktu yang lalu telah ditulis bagaimana Yesus telah memberikan satu teladan kepada kita tentang kehidupan doaNya, di mana Dia senantiasa menyediakan waktu untuk bercakap-cakap dengan Bapa saat pagi masih gelap. BagiNya Bapa adalah segalanya. Keintiman dengan Bapa inilah yang menjadi kekuatan dalam pelayanan Yesus. Alkitab tidak pernah mencatat Yesus merasa bosan atau jemu berdoa. Justru Dia begitu teguh menjalankan waktu-waktu tetapNya berdua dengan Bapa dalam doa.
Berbicara kepada Bapa melalui doa bukalah sekedar rutinitas atau kebiasaan bagi Yesus, melainkan suatu kerinduan yang dalam untuk bertemu, memandang wajahNya dan memahami kehendakNya karena, "...Aku hidup oleh Bapa," kata Yesus (Yohanes 6:57). Saat berada di Yerusalem Tuhan Yesus biasa berdoa di taman Getsemani di bukit Zaitun. Kata biasa menunjukkan keteraturan (rutinitasNya) berdoa di situ. Di tempat itu pula Dia sering berkumpul dengan murid-muridNya. Tuhan Yesus sangat disiplin dalam hal waktu; Ia berdoa secara teratur di pagi hari guna mempersiapkan hati dan mempertajam kepekaanNya terhadap kehendak Bapa.
Hal ini juga dilakukan Daud, seperti katanya, "Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar!" (Mazmur 57:9). Daud mencari hadirat Tuhan terlebih dahulu sebelum memulai segala sesuatu. Daniel pun memiliki tempat dan waktu khusus di mana ia secara teratur berdoa. "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11b). Inilah kekuatan Daniel sehingga ia tetap berkemenangan meski berada dalam situasi-situasi gawat, contohnya di saat raja Darius melarang seluruh rakyatnya menyembah apa pun selain kepadanya. Siapa pun yang melanggar titah raja akan menanggung akibatnya! Namun Daniel memiliki keberanian berkata tidak! Kehidupan Daniel menjadi kesaksian karena dia sangat dekat dengan Allah melalui jam-jam doanya. Bagaimana dengan kita?

Berdoa teratur dan disiplin adalah kunci memiliki hidup berkemenangan!

Friday, September 18, 2009

Bersekutu Dengan Roh Kudus

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 September 2009 -

Baca: Kisah Para Rasul 5:26-42

"Dan kami (rasul-rasul) adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia." Kisah 5:32

Kehidupan rohani orang Kristen yang benar pasti mengalami pertumbuhan (tidak stagnan), makin hari makin bertumbuh dewasa. Itulah yang dikehendaki Tuhan. Untuk mencapai kedewasaan rohani tidak dapat kita upayakan dengan kekuatan sendiri, mau tidak mau kita harus melibatkan Roh Kudus dalam seluruh aspek kehidupan kita.
Alkitab banyak sekali menceritakan tokoh-tokoh yang mengalami dan melakukan perkara-perkara yang luar biasa oleh karena penyertaan Roh Kudus. Saat ini Allah memberikan Roh Kudus kepada kita sebagai Pribadi yang senantiasa menyertai dan menolong kehidupan orang percaya. Tuhan juga hendak memakai setiap kita dengan luar biasa sesuai dengan rencanaNya, asalkan kita mau membuka hati dan bersekutu dengan Roh Kudus. Namun masih banyak anak Tuhan yang tidak menyadari kehadiran Roh Kudus, bahkan tidak mengijinkan Roh Kudus masuk dalam kehidupannya. Jangankan bersekutu dengan Roh Kudus, kesadaran untuk bersekutu dengan Tuhan pun sudah tidak ada lagi. Maka tidaklah mengherankan bila mereka tidak pernah mengalami terobosan baru, hidupnya biasa-biasa saja, monoton, jatuh bangun dalam dosa dan tidak punya 'nilai lebih'. Apabila kita ingin mendapatkan kasih karunia Allah dan berkemangan dalam hidup, firman Tuhan mengajarkan agar kita membangun persekutuan dengan Roh Kudus. Tuhan ingin agar kita bersahabat dengan Roh Kudus. Menjadi sahabat berarti selalu berjalan bersama-sama dalam segala hal di setiap waktu, bukan hanya dalam hal-hal tertentu atau saat-saat tertentu saja.
Selain itu kita harus menjadikan Roh Kudus rekan sekerja; artinya kita melibatkan Roh Kudus dalam segala hal agar Ia menuntun dan menolong kita dalam mengamil setaip keputusan, baik bagi diri kita sendiri maupun di dalam pekerjaan dan pelayanan kita. Petrus dalam pelayanannya senantiasa melibatkan Roh Kudus dan mengakui bahwa Roh Kudus adalah rekan sekerjanya. Tanpa penyertaan Roh Kudus dia tidak akan memiliki keberanian saat dihadapkan pada Mahkamah Agama.

Karena 'kedekatannya' dengan Roh Kudus, hidup Petrus menjadi kesaksian bagi dunia.

Thursday, September 17, 2009

Tuhan Kita Berkuasa

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 September 2009 -

Baca: Mazmur 103:1-22

"TUHAN sudah menegakkan takhta-Nya di sorga dan kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu." Mazmur 103:19

Kita patut berbangga karena kita memiliki Tuhan yang hidup dan berkuasa. Perihal kemahakuasaanNya dapat kita pelajari dalam Alkitab. Maka kita harus senantiasa menyukai firmanNya dan merenungkan itu siang dmalam sehingga kita makin mengerti bahwa tidak ada satu hal pun di dunia ini yang terjadi di luar pengetahuan dan kontrol Tuhan, bahkan "...tidak sehelaipun dari rambut kepalamu akan hilang." (Lukas 21:18).
Tidak ada alasan bagi kita untuk takut, kuatir dan putus asa menghadapi hari esok. Alkitab juga menulis: "Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Lukas 12:6-7). Seringkali kita berpikir bahwa hal buruk yang terjadi dalam hidup kita tidak dapat dikendalikan  dan dihentikan sehingga kekuatiran dan kecemasan selalu menguasai hati dan pikiran kita hari lepas hari.
Ada beberapa kebenaran tentang Tuhan kita yang berkuasa: 1. Tuhan itu Mahahadir. Daud berkata, "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?" (Mazmur 139:7). Tidak ada tempat di mana Tuhan tidak dapat hadir. Di saat kita merasa sendirian dan orang lain tidak ada yang menghiraukan kita, Dia hadir dan sesungguhnya berada di dekat kita. 2. Tuhan mengetahui segala sesuatu, seperti tertulis "TUHAN memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia; dari tempat kediaman-Nya Ia menilik semua penduduk bumi." (Mazmur 33:13-14). Dia sangat mengetahui keadaan kita, seburuk apa pun itu: saat dalam kesusahan, sakit-penyakit atau beban yang berat. Itulah sebabnya jangan sekali-kali menganggap Tuhan tidak pernah peduli terhadap kita, apalagi sampai menyalahkan Tuhan. Bukankah ini sering kita lakukan? Mengapa kita harus kuatir? Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi Dia yang memegang masa depan; Dia mengetahui apa yang akan terjadi; Dia tahu segala kebutuhan hidup kita. Adakah sesuatu yang mustahil bagiNya?

"Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala seuatu mungkin." Matius 19:26

Wednesday, September 16, 2009

Gereja Yang Mempersatukan

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 September 2009 -

Baca: Efesus 4:1-16

"Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu," Efesus 4:3-4

Bila kita renungkan keberadaan gereja kita, di mana kita biasa bersekutu dan beribadah bersama, sangatlah mengherankan karena ternyata masing-masing kita memiliki latar belakang yang begitu berbeda: keluarga kita berbeda, warna kulit, asal-usul (suku), profesi, pendidikan dan juga hobi atau kesenangan kita, namun kita bisa berkumpul dan dipersatukan dalam satu ikatan keluarga Kerajaan Allah.
Ternyata oleh karena darah Kristus dan Injil kita menjadi satu kesatuan: satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, dan satu Allah dan Bapa (ayat 4-6), sehingga kita "...bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," (Efesus 2:19). Kini tugas kita adalah mempertahankan persatuan dan kesatuan di antara jemaat agar gereja tetap menjadi tempat yang hangat. Hal intu akan terwujud apabila tiap jemaat memiliki kesadaran akan dirinya. Tidak perlu ada bujukan dan paksaan karena semua orang akan senang dan bersedia memainkan peranan aktif dalam kehidupan bergeraja.
Ketika jemaat menyadari bahwa mereka bukanlah tamu atau orang asing, melainkan kawan sewarga dalam keluarga Allah, tidak perlu adanya rayuan untuk mengajak terlibat dan aktivitas gereja. Ini merupakan 'bahan baku' terbentuknya gereja yang hangat. Adalah perlu belajar dari kehidupan jemaat gereja mula-mula: "Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah" (Kisah 2:46-47a). Lebih-lebih para pemimpin Gereja harus memberikan teladan dan contoh yang baik, karena "perbuatan berbicara lebih keras daripada perkataan", apalagi kondisi tiap-tiap jemaat berbeda: ada yang kaya atau miskin. Ini adalah kesempatan untuk menunjukkan kasih tanpa pandang bulu bukan dalam ucapan saja, tetapi dalam perbuatan nyata.

Akhirnya, gereja bisa menjadi kesaksian dan juga sarana yang efektif untuk menjangkau jiwa-jiwa!

Tuesday, September 15, 2009

Pemberontakan dan Akibatnya

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 September 2009 -

Baca: Yesaya 1:10-20

"Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.'Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya.'" Yesaya 1:20

Pada zaman dahulu sebelum negara kita merdeka bahkan sesudah merdeka seringkali terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau golongan, dengan tujuan ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan RI. Sampai saat ini pun televisi dan surat kabar sering menayangkan berita-berita pemberontakkan yang terjadi di mana-mana. Memberontak berarti tidak taat! Bukankah hal ini juga sering dilakukan oleh banyak anak Tuhan? Kita cenderung memberontak kepada Tuhan saat masalah dan kesulitan terjadi dalam kehidupan kita. Kita tidak memiliki sikap hati yang benar dalam menanggapi permasalahan yang ada.
Banyak contoh dalam Alkitab tentang orang-orang yang memberontak kepada Tuhan yang akhirnya harus menanggung akibatnya pula. Salah satunya adalah Saul. Ketika menjadi raja atas Israel Saul hidup dalam ketidaktaatan, sering memberontak kepada Tuhan. Saul memberi kesempatan bagi Iblis sehingga roh pemberontakan itu tumbuh dalam kehidupannya, sehingga ia memilih untuk tidak tunduk kepada perintah Tuhan. Samuel menegurnya dengan keras, "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah Tuhan, Allahmu, yang diperintahkanNya kepadamu; sebab sedianya Tuhan mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap." (1 Samuel 13:13-14a). Akibat memberontak kepada Tuhan kehidupan Saul berakhir dengan kehancuran.
Seberat apa pun kehidupan kita saat ini jangan pernah memberontak kepada Tuhan. Pemberontakan bukan karakter orang Kristen. Prinsip kehidupan orang Kristen adalah taat. Ketaatan bukan untuk dihindari! Tuhan akan memberikan imbalan apabila kita taat. "Jika kamu menurut dan mendengar, maka kamu akan memakn hasil baik dari negeri itu." (Yesaya 1:19). Hari ini Tuhan menghadapkan kita pada suatu pilihan: memberontak atau taat, kebahagian (berkat) atau kehancuran (malapetaka). Mari kita belajar dari kehidupan Tuhan Yesus yang tidak pernah memberontak kepada Bapa meskipun harus mengalami penderitaan, bahkan sampai mati di kayu salib.

Jadilah seorang Kristen yang taat dan jangan pernah memberontak!

Monday, September 14, 2009

Akibat Keangkuhan

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 September 2009 -

Baca: Obaja 1-7

"Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, --demikianlah firman TUHAN." Obaja 4

Nama Obaja berarti pelayan Allah. Ia mendapatkan penglihatan dari Tuhan tentang keberadaan bangsa Edom. Obaja mendengar kabar dari Tuhan bahwa Dia telah mengirim seorang utusan untuk datang ke tengah-tengah bangsa tersebut dengan tujuan untuk memeranginya. Mengapa demikian? Edom secara geografis merupakan negeri yang sangat strategis, kuat, terlindung, sehingga bangsa lain tidak mudah menyerangnya. Karena merasa 'di atas angin'  inilah bangsa Edom menjadi angkuh. Orang-rang Edom sangat membanggakan dirinya dan berpikir tak kan ada bangsa lain yang mampu menandingi dan mengalahkannya, seperti tertulis, "Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau, ya engkau yang tinggal di liang-liang batu, di tempat kediamanmu yang tinggi; engkau yang berkata dalam hatimu: 'Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?'" (ayat 3). Mereka lupa satu hal: "Allah menentang orang yang congkak,..." (Yakobus 4:6b).
Suatu bangsa bisa menjadi besar, kuat dan juga berlimpah dengan kekayaan alam (makmur) adalah karena campur tangan Tuhan. Bila mengandalkan kekuatan sendiri mustahil hal itu terwujud. Jadi yang berkuasa meninggikan atau mengangkat suat bansa adalah Tuhan saja. Pemazmur berkata, "tangan kanan TUHAN berkuasa meninggikan, tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan!" (Mazmur 118:16), dan "...direndahkanNya yang satu dan ditinggikanNya yang lain." (Mazmur 75:8b).
Begitu juga kehidupan kita. Keberhasilan, karir yang menanjak, studi yang berhasil datau harta kekayaan kita adalah anugerah Tuhan saja. Tidak seharusnya kita membanggakan diri dan menjadi angkuh. Ingat! "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18). Jika bukan Tuhan tak mungkin kita dapat mempertahankan keadaan kita. Yang kita miliki hari ini belum tentu esok masih ada. Tanpa Tuhan kekayaan dan kejayaan dengan sekejap dapat lenyap.

"Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya." 1 Petrus 5:6

Sunday, September 13, 2009

Kisah Seorang Perwira: Sikap Hati Yang Benar

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 September 2009 -

Baca: Matius 8:5-13

"Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: 'Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya." Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya.' " Matius 8:13

Permasalah selalu datang dan menimpa siapa pu nyang ada di dunia ini tanpa memandang bulu: entah itu orang kaya, miskin, berpendidikan tinggi atau rendah, tinggal di kota, desa atau pun yang bermukim di daerah pegunungan (terpencil). Berbagai upaya telah diusahakan oleh setiap orang untuk mencegah dan menanggulanginya, namun faktanya manusia sama sekali tak mampu mengelak dari masalah yang ada. Karena itulah manusia sangat membutuhkan pertolongan dan jalan keluar yang terbaik dari permasalahan yang menderanya. Harus diakui bahwa kita tidak mampu mengatasi setiap permasalahan itu dengan kekuatan sendiri, apalagi berharap dan bersandar kepada sesama kita. Alkitab menyatakan, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Masih ada satu jalan keluar dan sumber pertolongan, asal kita mau datang kepada Juruselamat yaitu Yesus Kristus.
Ada kisah seorang perwira sedang mengalami persoalan yaitu hambanya sedang terbaring di rumah karena sakit lumpuh. Perwira itu membuat keputusan untuk datang dan meminta pertolongan kepada Yesus. Yesus pun tergerak hatiNya untuk menolong, padahal Dia tidak mengenai perwira itu sebelumnya.  Akhirnya hamba perwira itu mengalami kesembuhan. Ada 3 faktor penting yang dimiliki perwira itu sehingga Yesus memperhatikan dan menjawab permohonannya: 1. Ia memiliki kasih dan tanggung jawab terhadap hambanya yang sakit itu. 2. Ia memiliki kerendahan hati. Terbuki ketika Yesus hendak datang ke rumahnya untuk menyembuhkan hambahnya dia berkata, "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku," (Matius 8:8a). Tuhan sangat mengasihi orang yang rendah hati, tetapi membenci orang yang congkak. 3. Ia memiliki iman yang besar. Perwira itu mengatakan bahwa Tuhan Yesus tidak perlu datang ke rumahnya, tetap cukup sepatah kata saja yang diucapkan Tuhan akan sanggup menyembuhkan hambanya (Matius 8:8b).

Selama sikap hati kita tidak benar dan belum memiliki iman yang cukup kepada Tuhan, doa kita akan sulit beroleh jawaban!

Saturday, September 12, 2009

"Nasi Sudah Menjadi Bubur"

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 September 2009 -

Baca: Ibrani 12:12-17

"...sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata." Ibrani 12:17

Kita pasti pernah mendengar orang berkata, "Seandainya aku dulu rajin olah raga dan memiliki pola makan yang benar aku pasti tidak akan mengalami sakit seperti ini."; "Seandainya aku dulu rajin belajar dan tidak banyak bermain aku pasti lulus dengan nilai yang bagus."; "Seandainya aku dulu rajin menabung pasti bisa membayar sewar rumah dan tidak berkekurangan seperti ini."; "Seandainya waktu dapat diputar kembali aku tidak akan membuat kesalahan yang sama." dan semacamnya. Kata seadainya di sini jelas mengandung unsur penyesalan dalam diri seseorang. Kita boleh menyesali apa yang telah berlalu, namun kenyataannya waktu terus berjalan maju, tidak mundur. Walaupun kita berusaha dengan mencucurkan air mata, bahkan air mata darah sekalipun, kita tidak akan pernah mampu memaksa waktu diputar kembali. Kini yang ada hanyalah rasa penyesalan. "Nasi sudah menjadi bubur"!
Rasa penyesalan yang dalam ini juga dialami Esau. Ia telah menjual hak kesulungannya kepada Yakub hanya demi semangkuk sup merah. Akibatnya Esau harus kehilangan berkat yang seharusnya menjadi miliknya; ia tidak hanya kehilangan kesempatan/peluang, tapi juga tidak lagi beroleh kesempatan memperbaiki kesalahannya. Jangankan menarik kembali hak kesulungannya, untuk mendapat berkat yang tersisa saja tidak ada lagi kesempatan! Dalam hati Esau pasti terbersit pikiran ini: "Seandainya dulu aku bisa menahan laparku dan tidak pernah menjual hak kesulunganku kepada Yakub, maka tidak akan seperti ini." Esau telah kehilangan hak kesulungannya karena ia memandang rendah hak kesulungan itu demi memuaskan keinginan dagingnya.
Sebagai anak-anakNya kita berhak mewarisi janji-janji Tuhan (berkatNya), namun untuk melangkah menuju berkat itu ada harga yang harus kita bayar; kita harus menjaga hidup agar tetap berjalan dalam kehendak Tuhan. Tanpa penyangkalan diri dan pikul salib kita akan kehilangan hak kesulungan kita yaitu berkat-berkat Tuhan. Oleh sebab itu mari kita gunakan kesempatan yang ada sebaik mungkin yaitu hidup dalam pimpinan Roh Kudus, bukan memuaskan keinginan daging.

Jangan tunda-tudan lagi sebelum semuanya terlambat. Penyesalan tiada guna!

Friday, September 11, 2009

Dicari: Orang Yang Setia

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 September 2009 -

Baca: Rut 1:1-22

"Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku;" Rut 1:16

Seringkali mertua perempuan tidak cocok dengan menantu perempuannya, begitu juga sebaliknya. Namun ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini memberikan satu contoh tentang seorang menantu (Rut) yang begitu setia, mengasihi mertuanya (Naomi) dengan segenap hati, padahal suaminya sudah meninggal. Bukankah ini jarang terjadi? Tidak mudah mendapatkan kesetiaan dalam diri seseorang, hal yang juga dikeluhkan oleh Salomo, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6). Tuhan sedang mencari 'Rut-Rut' akhir zaman. Banyak orang baik hati, tetapi Tuhan mencari lebih dari itu yaitu orang-orang yang setia.
Kesetiaan sesorang akan teruji kualitasnya setelah melewati proses waktu. Banyak orang Kristen gagal dalam ujian kesetiaan, misal: karena doanya belum juga beroleh jawaban, orang tidak lagi sungguh-sungguh berdoa; karena sakitnya tak kunjung sembuh, belum juga memperoleh pekerjaan, gagal dalam studi dan sebagainya kita tidak lagi setia melayani Tuhan. Kita begitu mudahnya berubah padahal Tuhan Yesus begitu setia mengasihi kita, bahkan sampai mati di kayu salib. Sungguh, kesetiaan seperti barang yang sangat langka dan mahal didapat. Kini, rasa-rasanya, "...telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia" (Mazmur 12:2). Tuhan menuntut kita menjadi anak-anakNya yang setia. Tapi, kita harus setia dalam hal apa? Setia dalam hal ibadah dan memberikan penyembahan kepada Tuhan. "...beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu," (Ulangan 10:12b).
Kita pun harus setia dalam hal pelayanan. Tuhan telah memperlengkapi kita dengan karunia dan talenta yang harus kita maksimalkan untuk melayani pekerjaan Tuhan sehingga kehidupan kita berbuah. Mari bekerja, "...selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).

"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia" (Mazmur 18:26A)

Thursday, September 10, 2009

Membangun Mezbah Bagi Tuhan

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 September 2009 -

Baca: Galatia 3:15-29

"Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." Galatia 3:29

Kita patut bersyukur kepada Tuhan, oleh karena iman dan percaya kepada Tuhan Yesus akhirnya kita juga berhak menikmati janjiNya yang diberikan kepada Abraham, yang tertulis di Galatia 3:14, "Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu."
Ada hal-hal yang harus kita perhatikan dari kehidupan Abraham, apa saja yang dia lakukan sehingga begitu dikasihi oleh Allah dan beroleh berkat-berkatNya yang melimpah. Ternyata Abraham adalah orang yang taat, "...ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui." (Ibrani 11:8). Tercatat juga di Alkitab bahwa di mana pun berada Abraham senantiasa membangun mezbah bagi Tuhan. Mezbah di sini berbicara tentang ibahdah dan di atas mezbah selalu ada korban.
Beberapa mezbah yang dibangun Abraham adalah dekat Sikhem (Kejadian 12:4-7). Kata Sikhem berarti bahu. Artinya ia mempercayakan segenap hidupnya di atas bahu Tuhan, bergantung penuh kepada tuntunanNya, tidak lagi mengandalkan kepintaran dan kekuatan sendiri. Penulis Amsal mengingatkan, "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri." (Amsal 3:5). Bila kita 'mengangkat tangan' berserah kepada Tuhan, Dia akan 'turun tangan' menolong kita. Abraham juga mendirikan mezbah dekat Betel. "Ia memasang kemahnya dengan Betel di sebelah barat dan Ai di sebelah timur, lalu ia mendirikan di situ mezbah bagi TUHAN dan memanggil nama TUHAN." (Kejadian 12:8). Betel berbicara tentang kediaman Tuhan, tempat ia bertahta. Ini menunjukkan Abraham sangat menghormati Tuhan.
Berkat senantiasa tersedia bagi umat yang menghormati dan menempatkan Tuhan sebagai yang utama dalam hidupnya. Ini terjadi pada Obed Edom. Ketika ia menerima Tabut Allah di rumahnya, Tuhan memulihkan dan memberkati keluarganya secara luar biasa dalam waktu tiga bulan saja (2 Samuel 6:11-12).

Hormati dan utamakan Dia, berkat-berkat Abraham pun akan jadi bagian kita!

Wednesday, September 9, 2009

Buktikan Kasihmu Kepada Tuhan!

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 September 2009 -

Baca: 1 Yohanes 2:1-6

"Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia." 1 Yohanes 2:5

Apakah saudara mengasihi Tuhan? Apakah saudara mencintai Tuhan lebih dari apa pun? Saudaraku, kasih dan cinta kepada Tuhan tidaklah cukup dengan berkata, "Aku mengasihi Tuhan" atau berseru dengan suara lantang, "Tuhan! Tuhan!". Mengasihi Tuhan membutuhkan bukti nyata. Firman Tuhan dengan jelas berkata, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21).
Bukti nyata seseorang mengasihi Tuhan adalah apabila ia melakukan kehendakNya dan hidup dalam ketaatan. Tidak sedikitpun orang Kristen 'alergi' dengan kata taat ini; tidak banyak orang mau hidup taat. Contoh: orang-orang di zaman Nuh. Hanya Nuh dan keluarganya (8 orang) yang mau hidup menurut kehendak Tuhan, sedangkan yang lain memilih hidup dalam kejahatan. Akhirnya 8 orang inilah yang selamat.
Sesungguhnya, ketaatan kita kepada Tuhan adalah untuk kepentingan kita juga. Namun banyak orang lebih memilih hidup menurut keinginan hawa nafsunya darpada harus tunduk kepada pimpinan Roh Tuhan. Sungguh benar apa yang dikatakan Alkitab: "...karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Matius 7:13-14). Ada pun bukti lain bahwa kita mengasihi Tuhan adalah dengan mengasihi sesama kita. Bila kita membenci sesseorang kita tidak mungkin bisa mengasihi Tuhan, karena, "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." (1 Yohanes 4:20).
Mari berhenti membenci, mendendam dan juga menjelek-jelekkan orang lain kiarena kita semua pernah 'cacat', maka dari itu ayo saling mengasihi dan mengampuni sesama. Alkitab menulis, orang yang membenci saudaranya sama seperti pembunuh dan tidak ada pembunuh dapat beroleh hidup kekal (baca 1 Yohanes 3:15).

"Tetapi orang yang mengasihi All, ia dikenal oleh Allah." 1 Korintus 8:3

Tuesday, September 8, 2009

Suap: Memutarbalikkan Kebenaran

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 September 2009 -

Baca: Keluaran 23:1-13

"Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar." Keluaran 23:8

Berbicara tentang suap bukanlah hal yang tabu, baru atau mengejutkan lagi di negeri ini, bahkan bisa dikatakan bahwa praktek suap-menyuap sudah membudaya di berbagai aspek kehidupan dan sukar diberantas. Hari ini firman Tuhan dengan keras memperingatkan kita agar tidak terlibat dalam hal suap-menyuap ini. Apa pun alasanya praktek suap itu tidak berkenan dan sangat dibenci oleh Tuhan.
Banyak orang melakukan suap demi memperlancar suatu urusan. Tanpa ada 'uang pelicin' rasa-rasanya segala urusan tidak dapat berjalan dengan baik. Di zaman sekarang ini segala sesuatunya dapat dibeli dengan uang. Bahkan di bidang hukum (peradilan) pun uang yang berbicara. Yang benar bila disalahkan, sebaliknya yang salah menjadi benar. Itulah dunia! Dengan memiliki uang banyak siapa pun bisa melakukan apa saja yang diinginkan. Di manakah ada kebenaran dan keadilan sejati? Pengkhobah menyatakan, "Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan." (Pengkhotbah 3:16). Dengan suap, kebenaran bisa diputarbalikkan! Ternyata, praktek suap ini tidak hanya terjadi zaman ini. Kisah Para Rasul 8:4-25 mencatat ketika Petrus dan Yohanes melakukan pelayanan di Samari banyak orang dijamah dan menerima Roh Kudus. Ada penyihir terkenal di kota itu yaitu Simon berkeinginan memperoleh kuasa Roh Kudus itu juga, lalu, "...ia menawarkan uang kepada mereka (Petrus dan Yohanes), serta berkata: 'Berikanlah juga kepadaku kuasa itu, supaya jika aku menumpangkan tanganku di atas seseorang, ia boleh menerima Roh Kudus.'" (Kisah 8:18-19). Namun dengan tegas kedua rasul itu menolak. Petrus berkata kepadanya, "Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang." (Kisah 8:20). Tapi sekarang ini jauh berbeda, banyak orang dengan mudahnya berkompromi, apalagi bila ada segepok uang di depan mata, masalah dosa menjadi nomor dua! Suap itu memang enak, tetapi hati nurani akan terus mendakwa kita!

Hentikan menyuap dan menerima suap karena itu adalah kebencian Tuhan!

Monday, September 7, 2009

Kaleb: Roh Yang Berbeda

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 September 2009 -

Baca: Bilangan 13:1-33

"Kemudian Kaleb mencoba menenteramkan hati bangsa itu di hadapan Musa, katanya: 'Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!' " Bilangan 13:30

Tanah Kanaan adalah negeri yang dijanjikan Tuhan kepada bangsa Israel, negeri yang penuh susu dan madu. Sebelum mencapai Tanah Perjanjian itu Tuhan memerintahkan Musa memilih 12 orang sebagaai wakil tiap-tiap suku yang ada (12 suku) dan melaksanakan misi pengintaian. "...sesudah lewat empat puluh hari pulanglah mereka dari pengintaian negeri itu, dan langsung datang kepada Musa, Harun dan segenap umat Israel di Kadesh, di padang gurun Paran" (ayat 25-26a). 10 orang responnya negatif; mereka diliputi rasa pesemis, takut dan ketidakmampuan. Namun 2 orang lain (Kaleb dan Yosua) memberikan laporan berbeda: dengan penuh iman mereka menyatakan akan mampu memasuki Kanaan dan mengalahkan musuh karena Tuhan menyertainya.
Untuk menikmati janji Tuhan digenapai dalam kehidupan kita dibutuhkan sikap hati (respon) yang benar. Bagaimana kita bisa menikmati berkat-berkatNya bila kita tidak pernah berhenti bersungut-sungut, mengeluh, pesimis, kuatir dan pikiran-pikiran negatif lain terus menerus menguasai kita? Itu hanya akan mempersulit kita sendiri untuk mengalami penggenapan janji Tuhan. Bilangan 14:24 berkata, "Tetapi hamba-Ku Kaleb, karena lain jiwa yang ada padanya dan ia mengikut Aku dengan sepenuhnya, akan Kubawa masuk ke negeri yang telah dimasukinya itu, dan keturunannya akan memilikinya." Kaleb memiliki Roh yang berbeda dari orang lain, ia mengikut Tuhan sepenuh hati. Janji Tuhan tersimpan dalam hatinya! Itulah yang membuat mampu memandang segala sesuati dengan mata rohani. Raksasa-raksasa yang mereka lihat pasti membuatnya takut, tapi Kaleb dan Yosua menaruh percayanya kepada Tuhan.
Pernyataan Kaleb adalah pernyataan iman! Mereka yakin tidak ada perkara sukar bagi Tuhan. Itulah sebabnya mereka sama sekali tidak terpengaruh keadaan atau situsasi buruk sekali pun. Karena ketekunannya Kabel dan Yosua dapat masuk ke Kanaan.

Buang hal-hal negatif dan tetaplah setia mengiri Dia, maka janjiNya pasti akan digenapi dalam hidup kita!

Sunday, September 6, 2009

Beroleh Kasih Karunia Tuhan Lebih Lagi (2)

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 September 2009 -

Baca: Titus 2:11-15

"Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata." Titus 2:11

Kasih karunia Tuhan akan dinyatakan semakin melimpah dalam hidup kita ketika kita mampu menjaga perasaan Roh Tuhan. 2. Kita harus memiliki penundukan diri kepada Tuhan. Tunduk kepada Tuhan adalah bukti bahwa seseorang memiliki kerendahan hati. FirmanNya dengan tegas menyatakan, "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati" (Yakobus 4:6b). Kita harus menyadari keterbatasan dan ketidakberdayaan kita. Tanpa Tuhan kita tidak mampu berbuat apa-apa. Namun tidak sedikit anak Tuhan yang lebih membanggakan diri sendiri, mengandalkan kekuatan dan kepintaran dalam menghadapi setiap permasalahan hidup, serta menganggap bahwa semua keberhasilan dan kekayaan yang diraihnya adalah hasil usaha sendiri, bukan karena Tuhan.
Apakah yang menjadi bukti bahwa kita tunduk kepada Tuhan? Ialah bila kita hidup seturut kehendakNya. Bagaimana kita tahu kehendak Tuhan? KehendakNya dinyatakan melalui banyak cara, di antaranya: kotbah yang disampaikan para hamba Tuhan, firman yang kita baca melalui renungan, mimpi, peristiwa atau kejadian yang terjadi, atau pun Tuhan berbicara secara langsung. Maka dari itu "...tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!" (Yakobus 4:7). Ingat! Di dalam nama Yesus kita diberi kuasa untuk melawan dan mengalahkan Iblis dengan segala tipu dayanya. Namun apabila kita hidup seenaknya tanpa mengindahkan firmanNya berarti kita sedang melangkah ke luar dan semakin menjauh dari kasih karunia Tuhan, sehingga kita akan menjadi sasaran empuk si Iblis. Sebaliknya bila kita hidup dalam ketaatan, kasih karunia Tuhan akan semakin ditambahkan dalam kehidupan kita.
Jadi kita harus memiliki kehidupan yang berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan bila kita menginginkan kasih karuniaNya lebih lagi dinyatakan atas kita, sebab "...mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya," (Mazmur 33:18).

"Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." Keluaran 33:19b

Saturday, September 5, 2009

Beroleh Kasih Karunia Tuhan Lebih Lagi (1)

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 September 2009 -

Baca: Yakobus 4:1-10

"Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu" Yakobus 4:6a

Rancangan Tuhan atas hidup kita adalah rancangan yang terbaik seperti tertulis: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Dia berjanji akan membawa kita semakin hari semakin baik, semakin hari semakin naik, semakin hari semakin tinggi.
Supaya jantji Tuhan itu digenapi ktia sangat membutuhkan kasih karunia Tuhan lebih lagi, apalagi di masa-masa sukar sekarang ini. Hari esok sepertinya tambah suram dan gelap; bencana alam, wabah penyakit, kecelakaan dan terorisme terjadi di mana-mana, tidak disangka-sangka datangnya. Adakah tempat aman untuk berlindung? Uang (harta) dan pangkat, dapatkan menyelamatkan dan melindungi kita dari marabahaya?
Perlindungan dan rasa aman hanya akan kita dapatkan di bawah naungan sayap Tuhan. Dialah gunung batu keselamatan kita, kota perlindungan dan perisan bagi kita. Oleh karena itu kita harus datang kepada Tuhan. Betapa kita sangat memerlukan kasih karunia dari Tuhan lebih lagi! Supaya kasih karunia Tuhan ditambahkan lebih besar dalam hidup kita ada hal-hal yang harus kita perhatikan: 1. Jangan membuat Roh Kudus cemburu. Yakobus 4:5 mengatakan, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: 'Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!' ". Ketika kita mulai bercabang hati, ketika ada ilah lain dalam hidup kita dan kita tidak lagi mengutamakan Tuhan, pada saat itu pula lah Roh Kudus cemburu. Kita harus menjaga perasaan RohNya; jika tidak, Roh Kudus akan meninggalkan kita. Hal ini pernah dialami oleh bangsa Israel. Saat Musa naik ke gunung Sinai mereka (orang-orang Israel) tidak sabar menantikan Musa turun. Kemudian mereka memaksa Harun untuk membuat patung anak lembu emas (baca Keluaran 32:1). Apa yang bangsa Israel lakukan telah menimbulkan kecemburuan dalam hati Tuhan. Akibatnya malapetaka dan penderitaan datang silih berganti menimpa bangsa Israel oleh karena pelanggaran mereka sendiri.

Friday, September 4, 2009

Sikap Orang Yang Bijak

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 September 2009 -

Baca: Amsal 22:1-16

"Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka." Amsal 22:3

Orang bijak atau berhikmat dalam Perjanjian Lama erat kaitannya dengan orang yang takut akan Tuhan. Ada tertulis "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10). Jadi orang yang bijak adalah orang yang takut akan Tuhan, memiliki kepekaan terhadap firmanNya dan bisa membedakan mana yang menjadi kehendak Tuhan dan yang berkenan kepadaNya, sehingga ia menaruh sikap hormat akan Tuhan tidak hanya dalam pikiran, namun juga di dalam hati dan perbuatannya. Banyak orang kurang waspada melihat hal-hal yang tidak baik atau jahat sehingga mereka tetap saja berada dalam kejahatan dan tidak mau kelar dari perkara-perkara tersebut, padahal Alkitab jelas meminta: "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Ketidakmampuan untuk melihat hal-hal yang jahat atau perkata-perkara dosa adalah buta. Kebutaan mata rohani dalam diri seseorang disebabkan karena tidak berpean pada firman Tuhan. Apabila firman tidak terdapat dalam hati seseorang maka ia akan berjalan di dalam kegelapan sehingga mudah terjadh dan tak mampu membedakan yang jahat dan yang baik. Itulah sebabnya kita sangat membutuhkan firman Tuhan! Pemazmur berkatam "FirmanMu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Bila kita tinggal di dalam firmanNya, firman itu akan menerangi langkah hidup kita sehingga apabila ada hal-hal yang tak berkenan bagi Tuhan dapat segera kita lihat dan lari meninggalkannya. Contoh: jika di dalam lingkungan pergaulan kita melihat adanya kejahatan dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang menuju kepada dosa, kita harus mengambil langkah untuk menjauh dan keluar dari pergaulan itu, karena apabila kita tetap bertahan di tempat itu kita akan mudah terjerat atau terperangkap untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang sama.
FirmanNya tegas memperingatkan kita, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33).

Renungkan firmanNya senantiasa supaya kita menjadi orang bijak!

Thursday, September 3, 2009

Memiliki Dasar Yang Kuat

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 September 2009 -

Baca: Lukas 6:46-49

"Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun." Lukas 6:48b

Orang saleh adalah orang yang senantiasa taat kepada Tuhan dan memperhatikan titah-titahNya; umat seperti inilahyang menjadi kesayanganNya. an selalu ada kebahagiaan bagi orang-orang yang hidupnya saleh (baca Mazmur 16:11). Sebaliknya Tuhan sangat kecewa apabila anak-anakNya tidak mamu melakukan perintahNya, hanya berteori saja. Dalam hal ini, Tuhan Yesus berkata, "Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?" (ayat 46).
Kekristenan bukanlah sekedar berseru-seru, "Tuhan, Tuhan!", bukan pula sekedar menjadi pendengar pasif. Lebih dari itu kita harus menjadi pelaku firman yaitu melakukan perkataan yesus. Alkitab mengatakan, "...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Setiap orang yang melakukan firman Tuhan "...sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu." (Lukas 6:48a), namun "...barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar." (Lukas 6:49a). Jadi ada dua jenis bangunan yang secara fisik tampak sama. Namun perbedaan dan kualitas bangunan itu baru terlihat apabila terjadi guncangan dari luar. Bangunan yang dasarnya kuat tidak akan goyah walaupun air bah dan banjir melandanya. Berbeda dengna bangunan yang didirikan di atas tanah tanpa pondasi yang kuat; secepat badai, taufan dan juga air bah datang, secepat itu pula bangunan itu akan roboh dan tinggal puing-puing.
Saat-saat ini kita harus membangun 'rumah rohani' kita: membangun iman, ketaatan, ketekunan, kesetiaan dan sebagainya, yang kesemuanya harus berlandaskan firman Tuhan yang didirikan di atas dasar batu karang yaitu Tuhan Yesus sendiri. Perbedaan kualitas 'bangunan rohani' masing-masing orang akan terlihat nyata saat badai persoalan itu datang dan menyerang kita.

Sudahkan kita membangun 'rumah rohani' kita dengan benar? Jika belum, segeralah berbenah sebelum terlambat!

Wednesday, September 2, 2009

Teladan Yesus: Hal Berdoa

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 September 2009 -

Baca: Yohanes 13:1-20

"sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." Yohanes 13:15

Ketaatan secara mutlak kepada kehendak Bapa di sorga adalah prinsip yang menguasai seluruh kehidupan Yesus saat menjalankan tugas pelayananNya di bumi. Tak sekalipun Ia menentang apa yang menjadi kehendak Bapa, seperti katanya: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Oleh karena itu Tuhan Yesus menghendaki supaya kita (umatNya) senantiasa meneladani dan mau belajar tentang cara hidupNya.
Semasa berada di bumi Yesus tidak pernah berhenti bekerja: melayani Bapa, juga manusia. Salah satu keteladanan yang Ia tunjukkan adalah dalam hal berdoa. Doa adalah kekuatan dan bagian terpenting dalam pelayanan Yesus. Itulah rahasia kehidupanNya. Dia senantiasa menyediakan waktu untuk bercakap-cakap dan membangun persekutuan dengan Bapa. " Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Disebutkan juga bahwa sebelum Yesus memanggil kedua belas muridNya, "...pergilah Yesus ke buki untuk berdoa dan semalam-malanan Ia berdoa kepada Allah." (Lukas 6:12). Bukanlah suatu kebetulan pula jika Yesus sering melibatkan dan memberi kesempatan kepada murid-muridNya untuk menyaksikan bagaimana Ia berdoa kepada Bapa seperti saat di taman Getsemani. "Duduklah di sini, sementara Aku pergi ke sana untuk berdoa." (Matius 26:36). Murid-muridNya dapat melihat dengan mata kepada sendiri bahwa Yesus begitu intim dengan BapaNya. Meskipun demikian Dia tidak pernah memaksa murid-muridNya; Dia tetap terus berdoa sampai mereka sendiri tergerak minta diajar olehNya bagaimana harus berdoa. Lalu pada saat yang tepat Tuhan Yesus meulai mengajar kepada mereka tentang prinsip-prinsip dasar doa (baca Lukas 11:1-13).
Jika Tuhan Yes saja sangat memperhatikan jam-jam doaNya dan senantiasa menyediakan waktu khusu 'bertemu dan bercakap-cakap' dengan Bapa, apalagi kita. Bukankah seharusnya kita juga demikian? Namun biasanya kita berdoa dengan all out ketika kita punya masalah saja.

Doa adalah nafas hidup kita, maka marilah, "Bertekunlah dalam doa." Kolose 4:2

Tuesday, September 1, 2009

Berkat Saat Merenungkan Firman

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 September 2009 -

Baca: Mazmur 119:97-104

"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." Mazmur 119:97

Firman Tuhan sangat penting bagi kehidupan orang percaya. Tanpa firmanNya langkah kaki kita akan tersesat. Hal itu disadari oleh Daud sehingga ia berkata, "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Adalah mutlak bagi kita untuk senantiasa membaca, meneliti dan merenungkan firmanNya setiap hati.
Cukupkan waktu yang kita sediakan untuk merenungkan firman Tuhan? Ataukah kita membaca firmanNya hanya saat berada di gereja atau perseketuan, sedangkan di luar itu kita sama sekali tidak pernah menyentuh Alkitab kita? Sesungguhnya, daripada berhari-hari yang disediakan Tuhan kita habiskan untuk perkara sia-sia seperti chatting di internet berjam-jam atau clubbing dengan obrolan yang tidak ada faedahnya, alangkah bijaknya bila kita menyediakana waktu untuk membaca serta merenungkan firmanNya senantiasa, "...karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16b)
Mengapa kit harus menyukai firman Tuhan? Karena saat kita membaca serta merenungkan firmanNya kita akan mendapatkan hal-hal baru atau nilai-nilai moral yang tidak kita peroleh saat kita membaca buku-buku pengetahuan lainnya. Di dalam Alkitab tertulis banyak janji Tuhan, di mana janjinya adalah "...janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7), Setiap anak Tuhan yang hidupnya berkenan kepadaNya pasti akan menikmati janji-janji itu seperti tertulis "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3).
Dengan merenungkan firmanNya kita semakin mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan, kita tahu tentang hal-hal apa yang harus kita tinggalkan, karena segala perbuatan yang bertentangan atau melanggar firmanNya adalah dosa, dan "...upah dosa ialah maut," (Roma 6:23a). Oleh karena itu kita harus tunduk dan mau dipimpin oleh Roh, bukan hidup menurut kehidupan daging dan berkompromi dengan dosa. Manusia lama harus kita tinggalkan!

Jangan tunda-tunda waktu lagi untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan!